Fakta-Fakta Menarik Desa Adat Kemiren, Tempat Tinggal Suku Osing yang Tenang
Sabtu, 23 Maret 2019 -
ORANG Osing biasa juga disebut "lare Using" atau "wong Blambangan" merupakan suku asli Banyuwangi, Jawa Timur. Orang Osing juga memiliki bahasa sendiri yang dikenal dengan bahasa Osing.
Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, merupakan salah satu desa yang masih dihuni masyarakat Suku Osing. Kemiren yang juga dikenal sebagai Desa Osing itu memiliki luas 2,5 kilometer persegi dan jumlah penduduknya mencapai 2.563 jiwa.
1. Suku Osing tersebar di beberapa wilayah

Sejatinya, Suku Osing tak hanya berada di satu wilayah atau kecamatan tertentu, tapi menyebar hampir di beberapa kecamatan dan desa. Dinyatakan sebagai penduduk asli Banyuwangi, kampung Osing tersebar di kecamatan Glagah, Rogojampi, Sempu, Singojuruh, Giri, Kalipuro, Songgon, dan beberapa kecamatan lainnya.
Kemiren menjadi satu dari sejumlah Desa Osing. Yang istimewa, Kemiren pernah dinobatkan sebagai desa adat dan desa wisata sehingga kerap menjadi jujugan para wisatawan dari dalam maupun luar negeri yang ingin melihat dari dekat Suku Osing.
Festival budaya dan acara kesenian tahunan sering diadakan di desa itu, dan penduduknya yang dikenal ramah serta terbuka membuat siapa saja yang berkunjung seolah tak ingin segera pulang. Bahkan, hasil pertanian dan perkebunan melimpah menjadi ciri khas Kemiren, terutama kopi.
2. Desa Kemiren mudah diakses dari pusat kota

Desa Kemiren berlokasi tidak jauh dari pusat kota di Banyuwangi. Menuju ke desa itu bisa ditempuh menggunakan kendaraan roda empat dan akses jalannya cukup untuk mobil berlawanan arah. Hanya, jalannya yang berliku dan naik turun membuat pengemudi tak bisa melaju kencang.
Di sepanjang jalan, siapa pun yang melintas akan disuguhi lukisan alam. Pematang sawah yang hijau dan petani-petani tengah beraktivitas. Terkadang suara gemericik air sungai yang dipenuhi bebatuan dan alirannya yang deras menjadi penyegar bagi mata serta pikiran.
3. Rumah Osing yang memiliki banyak makna

Di kanan kiri jalan, berderet rumah-rumah berbagai bentuk, tapi mayoritas seragam meski tak berjajar. Bangunan rumah-rumah itulah yang dikenal dengan rumah Osing. Dibandingkan rumah pada umumnya, bahkan bangunan minimalis, rumah Osing sangat berbeda.
Mengutip berbagai penjelasan dari berbagai sumber, rumah Osing tak sekadar bangunan, tapi memiliki banyak makna, termasuk menandai penghuninya.
Atapnya empat atau disebut "tikel balung" melambangkan penghuninya sudah mantap. Sementara rumah atap dua atau "crocogan" menandakan penghuninya adalah keluarga muda yang ekonominya relatif rendah, lalu rumah "baresan" atau beratap tiga artinya pemiliknya sudah mapan, tapi secara materi berada di bawah rumah atap empat.
4. Suasana kampung tetap adem saat Pemilu

Bagi masyarakat Osing, dunia politik bukan menjadi yang utama dalam kehidupan sehari-harinya. Hiruk pikuk tentang perpolitikan yang tersaji di media sosial maupun konvensional tak membuat mereka terpengaruh, apalagi tertarik menerapkannya di kampung adat mereka.
Hasan Basri, salah seorang budayawan Osing, bahkan berani memastikan, panasnya situasi menjelang Pemilihan Presiden tak berimbas pada individu masyarakat Osing, karena sudah dibentengi semangat kebersamaan yang terpupuk sejak lama.
"Di luar panas, tapi di Osing adem-adem saja. Pemilu di kampung kami adalah kegembiraan dan selama ini tak ada benturan yang bersifat emosional hanya karena perbedaan pandangan politik," ucapnya seperti dikutip Antara. (*)
Baca juga berita lainnya dalam artikel: Tiga Petualangan Perut Bumi Paling Menakjubkan di Indonesia, Berani Masuk?