Hari Perempuan Sedunia: #BalanceforBetter, Ketika Kesetaraan Membuat Dunia Lebih Baik

Jumat, 08 Maret 2019 - Dwi Astarini

'No struggle can ever succeed without women participating side by side with men.'

DEMIKIANLAH politikus Pakistan Muhammad Ali Jinnah menggambarkan betapa perempuan punya peran dalam perjuangan. Pendiri Pakistan tersebut tahu benar apa arti perjuangan bersama, kolaborasi antara perempuan dan laki-laki.

Tanggal 8 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Sedunia. Tahun ini, Hari Perempuan Sedunia mengusung tema #BalanceforBetter. Tema ini ditujukan untuk meningkatkan kepedulian semua orang terhadap isu kesetaraan gender. Nah, berikut beberapa isu hangat yang menjadi bahasan dalam Hari Perempuan Sedunia:

1. Perempuan Juga Punya Andil Dalam Kemajuan Sebuah Bangsa

business woman
Perempuan juga punya andil yang sama dengan laki-laki dalam kemajuan negara. (foto: pixabay/whitesession)


Sebagai bagian dari masyarakat dan warga dunia, perempuan juga punya andil dalam kemajuan sebuah bangsa. Anggap saja perempuan merupakan dua dari empat roda dagi sebuah mobil, sedangkan dua lainnya ialah laki-laki. Mobil ialah negara.

Agar mobil bisa berjalan maju dengan baik, berfungsi sempurna, keempat rodanya haruslah setara. Kedua sisi harus seimbang. Cacat di satu sisi akan membuat jalannya mobil tidak seimbang. Bahkan, menghentikan jalannya kendaraan.

Lewat analogi itu, kita memahami betapa pentingnya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Saat perempuan ditempatkan setara dengan laki-laki, punya akses yang sama dengan laki-laki untuk mendapat pendidikan, kemajuan akan dicapai dengan cepat.


2. Pentingnya Kesetaraan Gender Demi Kemajuan Sebuah Bangsa

SDGs
Kesetaraan gender jadi poin penting dalam tujuan pembangunan berkelanjutan. (foto: IMF.org)


Untuk itulah, kesetaraan gender amatlah penting demi kemajuan sebuah bangsa. Pandangan bahwa semua orang harus menerima perlakuan yang setara dan tidak didiskriminasi berdasarkan identitas gender mereka membuka peluang bagi perempuan. Dalam hal ini, perempuan bisa punya kesempatan yang sama untuk alokasi sumber daya hingga manfaat dan akses terhadap pendidikan dan kesehatan.

PBB menggarisbawahi pentingnya kesetaraan gender bagi perempuan dengan menjadikan isu ini sebagai tujuan kelima (dari 17 tujuan) dalam Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Ada lima target dalam poin mencapai kesetaraan gender serta memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan, yaitu :

- Mengakhiri segala bentuk diskriminasi

- Menghapuskan segala bentuk kekerasan

- Menghapuskan semua praktik yang membahayakan

- Menyadari dan menghargai pelayanan dan pekerjaan

- Memastikan bahwa semua perempuan dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan berpolitik, sosial dan ekonomi.


3. Persepsi terhadap Kesetaraan Gender di Dunia telah Berubah

stay at home dad
Persepsi terhadap peran perempuan telah berubah. Bapak rumah tangga tak lagi tabu. (foto: stayathomedad.com.au)


Meskipun peran dan andil perempuan dalam pembangunan telah diakui sama pentingnya dengan laki-laki, nyatanya kesetaraan antarkeduanya masih belumlah ideal. Sebuah studi yang dilakukan Ipsos Mori yang bekerja sama dengan Global Institute for Women's Leadership pada King’s College di London mengungkap bahwa mayoritas pria mengakui bahwa kesetaraan gender hanya bisa dicapai dengan dukungan pria.

Namun sayangnya, separuh dari pria dalam studi itu merasa mereka memberi dukungan untuk kesetaraan gender merupakan hal yang berlebihan.

Dua pertiga dari responden percaya bahwa kesetaraan gender di negara mereka tak akan terwujud apabila para pria tidak ambil bagian untuk mendukung hak-hak perempuan. "Studi ini menunjukkan bahwa jalan masih panjang untuk mencapai kesetaraan gender secara global," ujar Kelly Beaver, Managing Director of Ipsos MORI’s Social Research Institute, dalam pernyataan yang dilansir laman International Women's Day.

Ia juga menyoroti bahwa dari studi sebelumnya diketahui betapa banyak orang belum menyadari betapa krusialnya menciptakan kesetaraan gender dalam sebuah negara. "Namun, survei ini memberikan secercah harapan, optimisme. Dari studi ini jelas terlihat perubahan persepsi terhadap maskulinitas dan peran gender," imbuh Beaver.

Selain itu, studi tersebut membuktikan bahwa semua orang bisa berperan dalam menciptakan dan mewujudkan kesetaraan gender. "Kesetaraan gender bukanlah isu perempuan. Ini merupakan isu ekonomi. Oleh karena itu, advokasi, pola pikir inklusif, dan aksi nyata dibutuhkan dari semua orang. Studi ini menunjukkan bahwa kita sudah bergerak dari bagaimana perempuan bisa berhasil di dunia para lelaki," kata Glenda Slingsby, Partnerships Director untuk International Women’s Day.

Ipsos Mori, lembaga riset asal Inggris yang juga kolaborator dalam studi tahunan International Women's Day, melakukan survei secara daring di 27 negara dunia untuk mengetahui persepsi orang terhadap kesetaraan gender. Hasilnya, persepsi orang terhadap kesetaraan gender mulai berubah. Meskipun demikian, perjalanan masih jauh untuk mewujudkan kesetaraan gender secara global.

Separuh (50%) responden percaya bahwa perempuan akan mendapat hidup yang lebih layak ketimbang generasi orangtua mereka. Sebanyak 65% responden yakin bahwa mewujudkan kesetaraan gender penting bagi mereka secara personal. Meskipun demikian, angka itu turun dari temuan tahun lalu yang sebesar 70%.

Salah satu isu kesetaraan gender yang mendapat titik terang dalam studi tersebut ialah persepsi mengenai merawat anak. Sebanyak 75% dari 18.800 responden tak setuju bahwa bapak rumah tangga dianggap kurang maskulin. Selain itu, dalam bidang profesional, mayoritas (75%) pria mengaku enggak masalah punya atasan perempuan.


4. Masih ada Isu yang Harus Dihadapi secara Serius

Stop
Kekerasan terhadap perempuan jadi hal yang harus diatasi. (foto: pixabay/alexas_fotos)

Studi tersebut juga menemukan bahwa ada beberapa isu yang harus dihadapi untuk mewujudkan kesetaraan gender secara global. "Meskipun ada harapan, ada beberapa perubahan mendasar yang harus dilakukan untuk membuat perubahan. Semisal memastikan perempuan aman dari kekerasan dan pelecehan serta pengupahan yang setara antara laki-laki dan perempuan," ujar Beaver.

Isu pelecehan seksual disoroti sepertiga responden dalam studi tersebut. Hal tersebut masih sama seperti temuan studi tahun lalu. Sementara itu, isu pengupahan yang setara umumnya mencuat di negara-negara Eropa. Beberapa negara, seperti Serbia, Australia, Polandia, dan Rusia menekankan kekerasan dalam rumah tangga sebagai isu utama dalam kesetaraan gender.

Untuk itu, sebanyak 35% responden berharap ada hukum yang lebih tegas untuk mencegah kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan. Selain itu, pengupahan yang setara merupakan cara terbaik untuk mencapai kesetaraan gender. Sebesar 69% responden memandang aksi itu memberi dampak positif yang besar dalam menciptakan kesetaraan gender.

Adapun di negara-negara Asia, seperti Korea Selatan dan Jepang, menyeimbangkan pekerjaan dan tugas mengurus rumah tangga sebagai isu utama yang dihadapi perempuan.

Isu lain yang dikemukan dalam studi ialah keterwakilan perempuan dalam pemerintahan dan politik. Hanya 37% responden yang yakin bahwa hal itu akan terjadi dalam waktu dekat. Meskipun demikian, 47% respoden percaya bahwa diskriminasi terhadap perempuan di dunia pendidikan akan berakhir dalam 20 tahun.

"Stereoptipe saat ini tengah dilawan. Perwakilan perempuan yang beragam jelas terlihat. Namun, jelas sekali, aksi pola pikir yang progresif dan perilaku insklusif masih perlu dibentuk secara global," ujar Slingsby menyimpulkan temuan studi tersebut.

Beaver menambahkan, perubahan masih diperlukan untuk mencapai kesetaraan gender dan peran pria amatlah penting. "Temuan ini menyoroti bahwa pencapaian ini tidak akan terwujud tanpa dukungan pria. Mereka penting untuk mencapai kesetaraan gender," ujarnya.

5. Indonesia di Jalur yang Benar

men, business
Indonesia harus meningkatkan partisipasi perempuan dalam dunia kerja. (foto: pixabay/089photoshooting)


Temuan studi Ipsos Mori tersebut sedikit banyak mewakili hal yang terjadi di Indonesia. Meski isu perempuan ditangani secara serius, perlindungan negara terhadap perempuan dari pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga justru memperlebar kesenjangan gender di Indonesia.

Dikutip laman Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) sejak 22 tahun lalu. Ratifikasi itu dituangkan melalui Undang-undang No 7 Tahun 1984.

Dalam perjalanan pelaksanaan CEDAW, pemerintah Indonesia menyadari masih kuatnya diskriminasi terhadap perempuan di segala bidang pembangunan. Disksriminasi itu mengancam pencapaian keadilan dan kesetaraan gender di Indonesia. Oleh karena itu, pada 2000, Presiden RI Abdurahman Wahid mengeluarkan Instruksi Presiden No 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan (Inpres PUG).

Dengan inpres itu, pembangunan nasional diharapkan akan mengintegrasikan perspektif gender sejak proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasilnya. Selanjutya, di 2006, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PP-PA) menyusun draft Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengarusutamaan Gender.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga ambil bagian dalam mewujudkan 17 tujuan SDGs. Pada 2015, Kementerian PP-PA menggaungkan kampanye HeforShe sebagai pelibatan kamu laki-laki dalam mendukung tercapainya kesetaraan gender di Indonesia.

Kampanye tersebut sejalan dengan tujuan untuk mencapai kesetaraan (50%-50%) peran antara laki-laki dan perempuan di 2030. Capaian itu merupakan bagian dari poin kelima SDGs.

Dalam perjalanan mencapai tujuan poin kelima SDGs, Indonesia ada di jalur yang benar. Demikian diungkapkan organisasi Equal Measures 2030 dalam Indeks Kesetaraan Gender yang dipublikasikan pada 2018.

Sebagai negara dengan populasi keempat terbesar di dunia, Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat literasi tinggi di Asia. Angkanya, 93,59% untuk perempuan dan 97,17% untuk laki-laki.

Selain itu, dalam Indeks Kesetaraan Gender pertama kali dirilis pada 2018 tersebut menyatakan bahwa sejumlah aturan, undang-undang, dan program yang dibuat pemerintah Indonesia memberikan dukungan terhadap perempuan. Termasuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program tersebut mencakup tiga perempat populasi. Hasilnya, JKN jadi investasi signifikan dalam menurunkan kematian ibu melahirkan.

Meskipun demikian, capaian Indonesia masih disoroti di beberapa bidang. Pengaruh konservatisme dalam berbagai produk perundang-undangan masih menafikan hak-hak sipil kaum perempuan. Hukum perpajakan dan warisan misalnya dinilai masih mendiskriminasi perempuan.

Selain itu, produk legislasi yang melindungi perempuan dari pelecehan seksual dan kekerasan domestik masih lemah dan tidak ditegakkan. Survei Women’s Health and Life Experiences di 2016 menyebut satu dari tiga perempan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual dalam hidup mereka.

Dalam ekonomi, perempuan Indonesia juga harus menghadapi diskriminasi dan pembatasan dalam aturan. Dalam Indeks Kesenjangan Gender (GII) yang dirilis PBB pada 2017, Indonesia mencatatkan partisipasi perempuan pekerja sebesar 51%. Angka itu masih jauh dari angka partisipasi laki-laki yang mencapai 80%.

Rendahnya partisipasi perempuan dalam dunia kerja di Indonesia disebabkan pernikahan, adanya anak di bawah 2 tahun di dalam rumah tangga, rendahnya tingkat pendidikan, hingga perubahan struktur ekonomi sebagai dampak migrasi dari desa ke kota.

Selain itu, dalam GII 2017 terlihat bahwa keterwakilan perempuan Indonesia di parlemen masihlah rendah. Hanya 15%.

Hal-hal itu memang masih membutuhkan kerja keras semua pihak untuk terus menggaungkan kesadaran akan pentingnya kesadaran gender demi kemajuan bangsa di masa depan.


6. #BalanceforBetter untuk Dunia yang Lebih Baik

#balanceforbetter
Kampanye #BalanceforBetter untuk dunia yang lebih baik. (foto: Instagram @sam_hethers)


Isu kesetaraan gender nyatanya memang bukan hanya domain perempuan. Mengingat perempuan juga merupakan bagian dari sebuah bangsa, mereka juga punya peran untuk membuat sebuah kemajuan.

"Dunia yang setara adalah dunia yang lebih baik," ujar Slingsby.

Oleh karena itulah, menurutnya, Hari Perempuan Sedunia 2019 ini mengangkat kampanye #BalanceforBetter. Kampanye itu secara kolektif ingin mengajak kaum laki-laki dan perempuan untuk bekerja bersama menciptakan kesetaraan untuk dunia yang lebih baik.

Dalam praktiknya, perempuan yang berpendidikan, sehat, aman dan jauh dari kekerasan akan bisa berkontribusi maksimal sesuai potensi mereka demi kemajuan bangsa dan negara.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengungkapkan bahwa keamanan perempuan menjadi tolok ukur kemajuan sebuah negara. "Suatu negara belum dikatakan maju kalau perempuan di dalamnya belum berada di garis aman. Perjuangan perempuan dalam mewujdukan kesetaraan gender masih panjang, terutama dalam mencapai target SDGs," ujar Yohana dalam dialog bersama aktivis perempuan di Istana Negara, Kamis (6/3).

Ia menekankan bahwa perempuan dan laki-laki sudah harus berjalan bersama, setara. "Kita bangkit menggunakan potensi kita. Kita harus membangkitkan semangat dan potensi perempuan untuk membangun bersama memperkuat bangsa,” tegas Menteri Yohana.

Dalam pertemuan yang digelar untuk menyambut Hari Perempuan Sedunia, 8 Maret, itu diangkat tema Bersama Memperkuat Bangsa. Presiden Joko Widodo yang juga hadir dalam pertemuan itu mendorong seluruh perempuan dan aktivis peduli perempuan untuk terus bekerja bersama pemerintah membangun potensi perempuan. “Saya keliling ke daerah-daerah dan melihat betapa pekerjaan besar masih banyak, terutama dalam pemberdayaan perempuan yang harus diselesaikan. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri harus dibantu, terutama oleh para aktivis yang dekat dengan masyarakat,” tambah Presiden Joko Widodo.

Di lain hal, mantan Perdana Menteri Australia yang kini menjabat Kepala Global Institute of Women’s Leadership di King’s College London, Julia Gillard, menyerukan aksi nyata dari para politikus dan pemimpin bisnis. "Plotisi dan pemimpin bisnis dunia harus mendengar dan bertindak terhadap pesan-pesan tentang perempuan ini. Kita harus menggandakan usaha untuk mempercepat kemajuan dalam mengatasi kesenjangan gender dan meningkatkan perwakilan perempuan dalam pemegang kekuasaan," ujar Gillard.

Di Hari Perempuan Sedunia kali ini, kerja sama antargender jadi fokus untuk menciptakan dunia yang lebih baik di masa depan. Selamat Hari Perempuan Sedunia.(dwi)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan