Marsinah, Pahlawan Pekerja Indonesia yang Dibunuh 29 Tahun Lalu


Perjuangan Marsinah pun terus menggema dalam berbagai aksi unjuk rasa. (Foto: Wikimedia)
MARSINAH dinyatakan tewas pada 8 Mei 1993 di usia 24 tahun setelah aktif dalam memperjuangkan tuntutan rekan-rekan kerjanya di pabrik PT Catur Putra Surya (CPS), Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Jenazahnya ditemukan pada 9 Mei 1993 di pinggir hutan, sekitar 200 km dari tempatnya bekerja.
Hingga kini, pembunuh gadis dari Desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur itu tidak terungkap. Misteri pembunuhannya berawal dari aksi 18 buruh di CPS pada 3 Mei 1993 yang mengajak rekan-rekannya mogok bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat lantas turun tangan. Besoknya para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, antara lain yang utama: perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp1.700 per hari menjadi Rp2.250.
Baca Juga:

Pada 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja.
Marsinah ingin membantu rekan-rekannya yang ditangkap. Namun, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap. Empat hari kemudian, 9 Mei, mayatnya ditemukan di pinggiran hutan jati Wilangan. Jasadnya ditemukan dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.
Dua satpam dan tujuh pimpinan PT CPS ditangkap aparat militer. Aparat Kodam V Brawijaya kemudian menyerahkan mereka ke Polda Jatim untuk diajukan ke pengadilan. Mereka diputus bersalah dan divonis penjara Pengadilan Negeri Surabaya dan Pengadilan Tinggi Surabaya, kecuali Yudi Susanto yang dibebaskan hakim pengadilan tinggi.
Setelah delapan orang divonis, Abdul Mun’im Idries, dokter dari Instalasi Kedokteran Kehakiman (IKK) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia turut ambil bagian sebagai saksi ahli. Dalam persidangan dia memaparkan kejanggalan barang bukti, kesaksian, dan hasil visum. Pada 3 Mei 1995, Mahkamah Agung (MA) memvonis bahwa sembilan terdakwa tak terbukti melakukan perencanaan dan membunuh Marsinah.
Baca Juga:
Ali Sadikin, Dijuluki Gubernur Maksiat Karena Kramat Tunggak

Setelah kematiannya, Marsinah menerima anugerah HAM Yap Thiam Hien pada Februari 1993. Dia juga mendapat gelar "Pahlawan Pekerja Indonesia" dalam rapat kerja nasional II Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Selain itu juga penetapan tanggal penemuan jenazahnya di pos jaga hutan jati Wilangan, Nganjuk, 9 Mei 1993 dijadikan sebagai Hari Solidaritas Buruh.
Perjuangan Marsinah pun terus menggema dalam berbagai aksi unjuk rasa menuntut kenaikan upah pekerja. Kisah Marsinah juga mengilhami banyak karya. Ada film oleh Slamet Rahardjo dengan judul Marsinah (Cry Justice) pada 2001 yang diproduksi oleh PT Gedam Sinemuda Perkasa.
Sementara itu, Ratna Sarumpaet dan Teater Satu Merah Panggung menulis dan memproduksi pentas drama monolog Marsinah Menggugat pada 1997. Hingga kini drama monolog itu masih dipentaskan oleh kelompok teater lain.
Dalam dunia musik, seniman Surabaya dengan koordinasi penyanyi keroncong senior Mus Mulyadi meluncurkan album musik dengan judul Marsinah. Ada pula band beraliran anarko-punk yang berasal dari Jakarta bernama Marjinal, menciptakan sebuah lagu berjudul Marsinah. Lagu ini dibawakan sekaligus dalam dua albumnya, yaitu album Termarjinalkan dan album terbaru mereka bertajuk Predator, masing-masing dalam versi yang berbeda. (aru)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
LinkedIn Merilis Fitur Stories, Mirip Instagram dan Snapchat

Disambut Videografer Profesional, Fujifilm Rilis Kamera Terbaru Tiga Tahun Lalu

Tiga Tahun Lalu Instagram Punya Stiker di Komentar Stories

Ketika 'Among Us' Turun Harga

Layanan Penerbangan Singapura ke Indonesia Dibatalkan Hingga Mei 2020

Netflix Tambah Fitur Download

Jakarta Indonesia Pet Show 2019, Surganya Pecinta Hewan

Di Tahun 2019 Vans Rilis Berle Pro

Mengenang Restoran Rindu Alam Puncak

Paduan Budaya Tionghoa dan Betawi dalam Festival Pecinan 2019
