Data Inflasi AS Tekan Laju Kripto
Nilai Bitcoin (BTC) jatuh untuk hari kelima berturut-turut. (Foto: Unsplash/m.)
PERGERAKAN aset kripto terpantau tidak berdaya pada Rabu (13/7) siang. Bahkan, nilai Bitcoin (BTC) jatuh untuk hari kelima berturut-turut dan investor mulai khawatir dengan tekanan data inflasi AS yang diprediksi semakin tinggi.
Mengutip laman CoinMarketCap, Rabu (13/7), delapan aset kripto berkapitalisasi pasar terbesar atau big cap kompak terjun ke zona merah dalam 24 jam terakhir. Hanya stablecoin Tether (USDT) dan Binance USD (BUSD) yang masih bergerak hijau.
Nilai Bitcoin (BTC) anjlok 2,21 persen ke USD 19.497 (sekitar Rp 293,4 juta) per keping dalam sehari terakhir. Sementara, nasib Ethereum (ETH) lebih buruk, turun 3,26 persen ke USD 1.055 (sekitar Rp 15,8 juta) di waktu yang sama. Sementara Cardano (ADA), Solana (SOL) dan Dogecoin (DOGE) juga mengalami penurunan masing-masing 3,87 persen, 2,24 persen, dan 2,85 persen.
Trader Tokocrypto Afid Sugiono melihat banyak investor kripto yang kurang bersemangat untuk melakukan pembelian. Secara umum, mereka tampaknya masih menghindari pasar kripto menyusul redupnya selera investasi di aset berisiko.
Baca juga:
"Sejak awal pekan lalu, banyak investor yang memilih jaga jarak dari market untuk mengantisipasi data inflasi AS pada Juni yang akan dirilis pada hari ini. Kemudian, penguatan nilai Dolar AS tampaknya juga masih menekan kinerja market kripto keseluruhan untuk beberapa hari mendatang," kata Afid.
Afid menerangkan, kenaikan nilai Dolar AS tentu akan membuat investor merasa lebih untung untuk menyimpan uang tunai ketimbang mengoleksi aset kripto. Hasilnya, investor akan semakin getol melakukan aksi jual. Di samping itu, investor sepertinya bakal terus melirik ke Dolar AS setelah melihat paritas antara mata uang Euro dan Dolar AS kini sudah mencapai 1:1.
"Kenaikan permintaan Dolar AS yang kencang tentu akan menghantam harga aset kripto. Apalagi, beberapa analisis menunjukkan bahwa laju Dolar AS kini punya korelasi negatif yang sangat kuat dengan laju harga aset kripto," ujarnya.
Selain itu, sentimen negatif lainnya juga datang dari pemerintah negara bagian AS, California, tengah menginvestigasi beberapa platform pinjam-meminjam aset kripto, menyusul aksi penghentian withdrawals dan transfer antar pengguna yang dilakukan secara sepihak.
Baca juga:
Tips Investasi Kripto saat Market Anjlok
Di samping perkara makroekonomi, kinerja pasar kripto juga terganggu oleh kabar buruk yang terjadi di sekitaran jaringan blockchain, seperti dari Uniswap yang melaporkan terjadinya serangan phishing.
Sejauh ini, banyak analis yang memprediksi bahwa AS telah mencatat inflasi tahunan sekitar 8,7-8,8 persen pada Juni. Jika nantinya data inflasi AS pada Juni sesuai dengan prediksi tersebut, maka investor harus siap-siap melihat nilai Dolar AS yang semakin meroket dan kripto terpuruk.
"Data inflasi yang terus meninggi tentu akan direspons keras oleh The Fed dengan pengetatan suku bunga acuan. Peningkatannya bisa sangat agresif. Khawatirnya akan memukul market kripto dengan keras. Hal tersebut tentu akan membuat investor kabur dan memilih mengamankan asetnya ke aset safe haven seperti Dolar AS dan obligasi," tutup Afid. (and)
Baca juga:
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
iPhone 11 vs iPhone XR: Mana yang Masih Layak Dibeli di 2025?
Teaser OPPO Reno 15 Series Sudah Dirilis! Bawa Kamera Beresolusi Tinggi
Samsung Galaxy S26 Pakai Snapdragon 8 Elite Gen 5, tapi Masih Andalkan Exynos 2600
Desain iPhone Air 2 Bocor! Pakai Kamera Ganda dan Diperkirakan Rilis 2026
OPPO Reno 15 Series Rilis 17 November 2025, Bawa 3 Kamera Samsung HP5 200MP!
Samsung Galaxy S26 Ultra Bikin Kecewa! Cuma Tambah Lensa Telefoto 3x
OPPO Find X9 Series Resmi Rilis di Indonesia, Berikut Spesifikasi dan Harganya!
Xiaomi 17 Ultra Raih Sertifikasi 3C, Pakai Snapdragon 8 Elite Gen 5
Vivo X300 Ultra Jadi HP Pertama yang Pakai Kamera Ganda 200MP, ini Spesifikasi Lengkapnya
Bocoran OPPO Reno 15 Pro: Dibekali Baterai 6.300mAh dan Kamera 200MP