Cyberbully Mengintai Anak-Anak


Anak-anak sudah terjangkiti cyberbullying karena meniru orang dewasa. (Foto: learnsafe)
DI era digital seperti saat ini, media sosial dan gawai menjadi lifestyle bagi anak muda. Bahkan banyak anak-anak yang masih berusia Sekolah Dasar (SD) sudah aktif di media sosial dan berselancar dengan gawainya. Sayangnya di dunia maya, banyak orang dewasa yang menunjukkan perilaku menebar kebencian dan melakukan bully di dunia maya secara masif. Celakanya dengan cepat ditiru oleh anak-anak yang memiliki akun di media sosial dan menjadi pengguna aktif. Dalam penelitian, 70% perilaku anak adalah meniru.
KPAI bidang pendidikan mengungkapkan, per tanggal 30 Mei 2018 terdapat 161 kasus kekerasan. Dari jumlah tersebut terungkap data anak korban kasus kekerasan dan bullying mencapai 22,4% dan anak pelaku kekerasan dan bullying mencapai 25,5%.
"Bully dilakukan secara langsung saat di sekolah dan kerap dilanjutkan di dunia maya yang kerap dikenal dengan istilah cyberbully," ungkap Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti.

Cyberbullying adalah perlakuan kasar yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, menggunakan bantuan alat elektronik yang dilakukan secara berulang dan terus menerus pada seorang target yang kesulitan membela diri. Cyberbullying biasa dilakukan melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, dan lain-lain.
"Penyebab seseorang melakukan bully bisa karena satu atau beberapa alasan. Bisa dari faktor pribadi, keluarga, lingkungan, dan lain," ucap Rena Masri ditemui di Klinik Medifa, Senin (23/7).
Menurut Rena, salah satu penyebab seorang anak melakukan cyberbully terhadap teman sebaya karena ingin mendapatkan perhatian. "Bisa jadi seseorang melakukan bully sebenarnya ia merasa kurang perhatian," tutur Rena. Mereka melakukan bully karena ingin mendapatkan perhatian lebih dari orang tua ataupun lingkungan.
"Penting bagi anak anak untuk mendapatkan perhatian yg cukup terutama dari kedua orang tua mereka," jelas Rena. Anak-anak yang membully temannya juga ingin menunjukkan superioritas dan merasa berkuasa. Membully biasanya menyebabkan anak yang dibully menjadi takut, malu, sedih, dll. Hal itu membuat pembully merasa “lebih” dan merasa “berkuasa”. Ia juga akan merasa senang jika lingkungan “menganggap ia “ditakuti”.

Mereka yang tak memiliki keinginan untuk membully temannya bisa melakukan hal serupa karena adanya konformitas kelompok. "Jika banyak anak yang melakukan bully, bisa menyebabkan seseorang yang mungkin tidak ada keinginan untuk membully akhirnya melakukan bully karena ikut ikutan. Dan karena takut dianggap beda sendiri jika ia tidak membully," beber Rena.
Pola asuh orang tua juga menjadi faktor anak melakukan cyberbully. "Bagaimana cara orang tua mengasuh dapat menjadi salah satu faktor penyebab seseorang melakukan bully terhadap org lain," urainya. Oang tua yang kurang memberikan arahan tentang perilaku yang baik dan kurang baik atau orang tua juga melakukan bully misalnya antara ayah dan ibu. Akhirnya anak mencontoh perilaku orang tuanya tersebut.

Pelaku cyberbully usia anak-anak menganggap apa yang mereka lakukan hanyalah lelucon. Tanpa mereka sadari, korban mengalami sejumlah hal buruk berkaitan dengan psikis seperti kurang percaya diri, prestasi sekolah menurun, sosialisasi terhambat, stres dan depresi. Tak hanya itu, Rena menuturkan bahwa korban cyberbully berpotensi melakukan hal serupa di masa mendatang. "Jika korban ingin balas dendam, mereka akan melakukan hal serupa terhadap orang lain yang dianggap lemah," jelasnya.
Untuk mengurangi dampak buruk tersebut, ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang-orang sekitar terhadap korban cyberbully. "Lingkungan keluarga bisa memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup sementara sekolah bisa menciptakan lingkungan yang baik dan terkontrol," jelasnya.
Bentuk perhatian dari keluarga misalnya melakukan kegiatan bersama secara rutin dan menjalin komunikasi efektif. "Ajarkan anak mengungkapkan apa yang terjadi dan apa ia rasakan, agar penanganan dapat dilakukan dengan segera," tukas Rena. (avia)
Bagikan
Berita Terkait
Karakter Film 'Jumbo' Hadirkan Warna Baru di Playlist Anak Spotify

Diamond Kids Fest 2024 Dukung Eksplorasi Cita-Cita Anak

Bank DKI Berikan Bantuan ADHIV Melalui Komisi Penanggulangan AIDS DKI

Vaksin Polio Semarakkan Hari Anak Nasional di Jakarta

Hari Anak Nasional, Jokowi: Harus Disiapkan Kepintaran, Juga Karakternya

RAN Siapkan Album untuk Sambut Hari Anak Nasional

Pj Heru Berpesan agar Anak Indonesia Bijak dalam Berinternet dan Media Sosial

Seribu Lebih Narapidana Anak Dapat Remisi saat Peringatan HAN 2023

Peringatan HAN, Jokowi: Perlindungan dan Kesempatan bagi Anak Pertaruhan Masa Depan Bangsa
