BMKG Bongkar Miskonsepsi Polusi Udara Picu Gelombang Omicron di DKI
Prosedur pemakaman pasien COVID-19. Foto: MP/Albi
MerahPutih.com - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meluruskan adanya miskonsepsi pernyataan polusi udara menyebabkan gelombang COVID-19 varian Omicron.
Miskonsepsi ini berawal dari pendapat seorang pegiat media sosial, Babeh Aldo, bahwa gelombang pandemi akibat Omicron sebagai pandemi polusi udara. Dalam videonya, Aldo menyebut zat PM2,5 yang meracuni udara membuat banyak warga masyarakat di perkotaan, sehingga menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut, atau ISPA, anosmia, badai sitokin, hingga COVID-19.
Baca Juga:
Kasus COVID-19 Kembali Capai Rekor dengan Pertambahan Sehari 64.718
BMKG melalui Pelaksana tugas Deputi Bidang Klimatologi Urip Haryoko, menegaskan sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan adanya keterkaitan antara sebaran konsentrasi PM2,5 dan penularan COVID-19.
Bukti ilmiah itu merujuk penelitian Anand et al. (2021) berjudul A review of the presence of SARS-CoV-2 RNA in wastewater and airborne particulates and its use for virus spreading surveillance, dan penelitian dari Maleki et al. (2021)) berjudul An updated systematic review on the association between atmospheric particulate matter pollution and prevalence of SARS-CoV-2.
“Sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa PM2,5 sebagai penyebab COVID-19 tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat,” tegas Urip, dalam siaran resmi BMKG dikutip Kamis (17/2).
Urip menjelaskan PM2,5 merupakan aerosol dengan ukuran diameter partikel kurang dari 2,5 mikrometer dan tergolong sebagai salah satu pencemar udara. Diakuinya, memang peningkatan konsentrasi PM2,5 di udara menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara yang secara visual dapat berdampak pada penurunan jarak pandang dan peningkatan kekeruhan kondisi atmosfer.
“Paparan terhadap konsentrasi PM2,5 yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada cardiovascular dan saluran pernapasan, terutama jika terpapar dalam waktu yang lama,” ujar Urip.
Adapun nilai ambang batas konsentrasi PM2,5 menurut Peraturan BMKG Nomor 2 Tahun 2020 adalah sebesar 65 µg/m3. Namun, dari data konsentrasi harian PM2,5 dan jumlah kasus positif COVID-19 di Provinsi DKI Jakarta 1 Januari hingga 6 Februari 2022, memperlihatkan peningkatan kasus positif COVID-19 tidak memiliki kaitan terhadap konsentrasi PM2,5.
BMKG mencontohkan lonjakan konsentrasi PM2,5 yang terjadi misalnya pada 5, 16, dan 30 Januari 2022 tidak seiring dengan penambahan kasus positif COVID-19. "Sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa paparan PM2,5 menyebabkan peningkatan kasus positif COVID-19 tidak sesuai,” kata Urip.
Namun demikian, BMKG mengingatkan masyarakat bahwa paparan konsentrasi PM2,5 yang tinggi atau kondisi udara yang tercemar bisa meningkatkan risiko terhadap pasien COVID-19 yang memiliki penyakit penyerta atau komorbiditas gangguan cardiovascular dan infeksi saluran pernapasan.
“Oleh karena itu, upaya untuk mitigasi terhadap dampak pencemaran udara dan pengurangan risiko paparan terhadap PM2.5 dan polutan udara lainnya perlu terus dilakukan guna meminimalkan tingkat mortalitas dari COVID-19,” tutup pakar BMKG itu. (*)
Baca Juga:
Bagikan
Wisnu Cipto
Berita Terkait
Sejumlah Wilayah Kota Kabupaten di Sumatera Selatan Berstatus Waspada Curah Hujan Tinggi, BMKG Ingatkan Potensi Bencana Hidrometeorologi
BMKG Beri Peringatan Dampak Pertumbuhan Awan Cumulonimbus di Labuan Bajo, Siap-siap Tunda Pelayaran
Prakiraan Cuaca Jakarta, Senin 10 November 2025: Berawan Tebal di Pagi Hari, Hujan Ringan pada Siang Hari
Jangan Terkecoh Cuaca Berawan di Jakarta dan Bandung, BMKG Ingatkan Ada Potensi Hujan Ringan Mengintai Diam-Diam pada Minggu (9/11)
iPhone 11 vs iPhone XR: Mana yang Masih Layak Dibeli di 2025?
Teaser OPPO Reno 15 Series Sudah Dirilis! Bawa Kamera Beresolusi Tinggi
KPK Tangkap Bupati Ponorogo
Ledakan Misterius Terjadi di SMAN 72 Kelapa Gading, 2 Orang Luka-luka
Ledakan Guncang Masjid SMA 72 Kelapa Gading, 8 Korban Dilarikan ke Rumah Sakit
Polisi Tetapkan 8 Tersangka Kasus Ijazah Palsu Jokowi, Salah Satunya Berinisial RS