3. Puncak Pusuk Buhit
Pusuk Buhit sebenarnya adalah gunung berapi aktif di sekitar Danau Toba. Tingginya 1972 mdpl dengan dikelilingi beberapa kecamatan seperti Sianjur Mula-Mula, Harian Boho, dan Pangururan. Saat ini Pusuk Buhit menjadi destinasi wisata yang cukup populer.
Di balik keindahannya, Pusuk Buhit menyimpan sebuah cerita legenda. Dalam mitologi Suku Batak, Puncak Pusuk Buhit adalah asal muasal suku tersebut. Masyarakat Batak percaya kalau Pusuk Buhit merupakan tempat lahirnya raja mereka.
Kemudian sang raja membangun sebuah perkampungan di salah satu lembah bernama Sianjur Mula-mula. Desa inilah yang menjadi awal menyebarnya suku Batak ke berbagai daerah. Kamu juga bisa mempelajari legenda tersebut ke masyarakat setempat.
4. Tanjung Unta
Tanjung ini berada di sisi timur danau, tepatnya di Pematang, Sidamanik, Kabupaten Simalungung. Jaraknya sekitar 60 kilometer dari Pematang Siantar atau 110 kilometer dari Medan.
Di balik keindahan alam di Tanjung Unta, terselit sebuah kenang-kenangan yang ditinggalkan Sang Proklamator Mohammad Hatta atau biasa dikenal dengan panggilan Bung Hatta. Dulu pria asal Bukittinggi itu sempat berkunjung ke tempat tersebut.
Bung Hatta sangat mengagumi keindahan alam di sana. Karena tanjung tersebut mirip punuk unta, akhirnya Wakil Presiden pertama Republik Indonesia itu menamainya Tanjung Unta. Sebutan tersebut terus dipakai hingga sekarang.
5. Aek Sipitu Dai
Sianjur Mula-Mula dipercaya sebagai perkampungan pertama yang dibangun sang raja. Dari desa inilah suku Batak bermula hingga menyebar ke berbagai daerah. Tidak mengherankan jika Kecamatan Sianjur Mula-Mula menyimpan destinasi wisata sejarah yang amat terkait dengan legenda para raja Batak. Salah satu yang bisa kamu kunjungi ialah Aek Sipitu Dai.
Air Tujuh Rasa, demikianlah sebutan untuk sumber mata air ini. Terletak di Desa Aek Sipitu Dai, sumber mata air di lokasi ini terletak di bawah sebuah pohon rimbun. Uniknya, meskipun berasal dari satu sumber, rasa air di setiap pancuran yang ada di lokasi ini berbeda-beda. Selain itu, mata air ini pun dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
Berdasar kisah legenda Batak, mata air ini berawal dari kisah Ompung Langgat Limbong, generasi kedua dari Marga Limbong, yang berusaha mencari sumber air. Karena tak kunjung mendapat air, ia pun berdoa. Setelah itu, ia tancapkan tongkatnya ke tanah. Beharap ada air yang keluar. Namun, ternyata tak ada yang terjadi. Sampai tujuh kali ia menancapkan tongkat, tetap saja air tak datang.
Di tengah rasa haus yang makin menjadi, Ompung Langgat Limbong kembali berdoa memohon air. Tak lama, dari tujuh lubang bekas tancapan tongkatnya mengalir air jernih.(*)