Dayang Sumbi lalu meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain sutera berwarna merah di sebelah timur kota. Ketika melihat warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira kalau hari sudah menjelang pagi. Sangkuriang langsung menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak dapat memenuhi syarat yang telah diajukan oleh Dayang Sumbi.
Dengan rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah banjir dan seluruh kota terendam air. Sangkuriang juga menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.
Hingga saat ini, Tangkuban Perahu masih ada dan menjadi salah satu objek wisata yang ramai dikunjungi oleh para wisatawan saat berkunjung ke Jawa Barat.
Nah, seperti itulah kisah cinta Sangkuriang terhadap ibunya, Dayang Sumbi yang tidak tersampaikan. Dari cerita berikut banyak pesan moral bahwa manusia tidak boleh memelihara sifat egois, dan harus menggunakan hati nurani sebelum melakukan sesuatu. Dalam legenda Sangkuriang ini, sifat egois ada di dalam sosok Sangkuriang yang keras kepala. Dia tidak mau mendengarkan nasihat ibunya, serta tak mau menerima kenyataan bahwa Dayang Sumbi, wanita yang sangat ia cintai ternyata adalah Ibu kandungnya sendiri.
Sementara, Ibunya, Dayang Sumbi selalu menggunaka hati nuraninya sebelum melakukan sesuatu. Hal itu terlihat ketika ia menyadari bahwa Sangkuring adalah putra kandungnya sendiri, maka hati nuraninya pun berontak untuk menghentikan keegoisan Sangkuriang, yang tetap bersikeras ingin menikahinya.