Namun, KPK belum sempat menjatuhkan sanksi etik kepada jenderal bintang dua itu karena ditarik Polri dan mendapat promosi jabatan Kapolda Sumatera Selatan. "Cuma memang ada 'proses lain' yang membuat itu tidak bisa tuntas,” sindir Tsani.

Baca Juga:

Loloskan Pelanggar Kode Etik, Pansel Capim KPK Perlu Dievaluasi

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang juga membantah pernyataan Firli yang menyebut pimpinan dan DPP KPK memutuskan tidak ada pelanggaran etik. KPK tidak bisa menjatuhkan sanksi karena lulusan Akpol 1990 itu ditarik kembali lembaga pimpin Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.

“Tadi sudah dijelaskan, hasil dari PI (Pengawas Internal) ada pelanggaran berat. Kata pak Tsani yang dari DPP,” tegas Komisioner KPK itu.

Tidak Patuh LHKPN

LHKPN
Konsultasi pengisian LHKPN. (Dok KPK)

KPK juga memiliki catatan rekam jejak negatif di antara 20 nama Capim. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan ada temuan ketidakpatuhan dalam pelaporan LHKPN, dugaan penerimaan gratifikasi, dugaan perbuatan lain yang pernah menghambat kerja KPK, hingga dugaan pelanggaran etik saat bekerja di KPK.

Meski begitu, Febri enggan membuka siapa saja Capim KPK yang memiliki rekam jejak negatif. Dia hanya mau menjelaskan perihal kepatuhan terhadap pelaporan harta kekayaan.

Baca Juga:

Isu LHKPN Digunakan untuk Habisi Capim KPK dari Polri

Berdasarkan data KPK ada kandidat dari Polri yang belum menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Ketika akhirnya melapor, ada wakil Polri yang telat melewati batas waktu periodik LHKPN dalam rentang 1 Januari-31 Maret 2019.

"Perlu dipahami, pelaporan LHKPN oleh penyelenggara negara merupakan kewajiban hukum yang diberikan peraturan perundang-undangan sebagai bagian membentuk pemerintahan yang bersih dari KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme)," kata Febri saat dikonfirmasi.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah. (MP/John Abimanyu)
Juru Bicara KPK Febri Diansyah. (MP/John Abimanyu)

Terkait fakta itu, Feri kembali mengingatkan pucuk pemimpin KPK wajib diisi orang-orang yang bersih. Koalisi Kawal Capim KPK menyayangkan ada calon dari Polri yang sampai saat ini belum menyerahkan LHKPN.

"Masa institusi KPK yang harusnya diisi orang 'bersih' lalu ada orang yang hartanya tidak bisa dibaca," kritik Feri.

"Orang-orang semacam itu yang bermasalah yang mestinya sudah sedari awal dicoret oleh pansel KPK," imbuh Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas itu.

Kedekatan Pansel Capim KPK dengan Polisi

Ketua Pansel Capim KPK, Yenti Ganarsih (MP/Ponco)
Ketua Pansel Capim KPK, Yenti Ganarsih (MP/Ponco)

Koalisi Kawal Capim KPK juga menyebut adanya konflik kepentingan Ketua Pansel Yenti Garnasih, serta dua anggotanya Indrianto Seno Adji dan Hendardi dengan institusi kepolisian. Koalisi menduga dari puluhan nama-nama yang lolos itu pada akhirnya akan dipilih yang berlatar belakang kepolisian.

"Mereka punya relasi dengan kepolisian artinya ada konflik kepentingan," kata Feri.

Baca Juga:

Inilah Sembilan Orang Pansel KPK yang Ditetapkan Presiden Jokowi

Yenti disebut menjadi tenaga ahli Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian (Lemdikpol) dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Hendardi dan Indrianto, keduanya pernah terlibat dalam tim teknis atau masuk dalam tim penasihat Kapolri.

"Dalam Undang-Undang 28 Tahun 1999, pejabat atau orang yang akan menentukan tindakan atau keputusan tata usaha negara itu dilarang memiliki relasi kepentingan dengan orang yang akan diproses," tutur Feri .

Oleh sebab itu, kata Feri, Pansel Capim KPK menjadi bias dengan cerita kepentingan yang ada di dalamnya. Bagaimana mungkin, mencari pimpinan KPK yang independen dan tidak bermasalah jika Panselnya justru bermasalah. "Itu sebabnya pansel jadi mudah menerima calon-calon yang juga pelanggar etik," sindir dia.

Ketua Pansel Yenti sudah membantah tudingan. Dia mengklaim hanya mengajar di program pendidikan lembaga Polri itu. Publik mengenalnya sebagai ahli hukum, khususnya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Bahkan, tercatat sebagai doktor TPPU pertama di Indonesia.

Ketua Setara yang juga anggota tim pansel KPK Hendardi
Anggota Tim pansel Capim KPK yang juga Ketua SETARA Institute Hendardi. (MP/Fadhli)

Sebaliknya, Hendardi mengakui memang masih menjadi penasihat ahli kapolri sejak masa kepemimpinan Jenderal Badrodin Haiti sampai sekarang. Namun, dia tak mau ambil pusing merespon tudingan.

Hendardi juga sempat bergabung sebagai anggota pakar tim gabungan kasus penyiraman air keras penyidik KPK Novel Baswedan bentukan Tito sejak awal 2019. Kinerja tim gabungan ini juga sempat dikritik karena dianggap tak independen. Sementara Indriyanto hingga saat ini belum memberikan klarifikasi. (Pon)

Baca Juga:

Hasil Seleksi Capim 20 Besar, KPK Keok di Tangan Polisi