nokturia
Nokturia dan Nokturnal Enuresis mengganggu kualitas tidur dan kehidupan seseorang. (Foto: Pexels/Andrea Piacquadio)

Pengetahuan tentang bahaya Nokturia sangat penting untuk diketahui. Apalagi berdasarkan hasil survei LUTS tahun 2020 ditemukan data bahwa 61,4 persen dari 1555 subjek mengalami kejadian Nokturia. Laporan menunjukkan laki-laki lebih banyak mengalaminya karena pria memiliki prostat.

"Jadi seiring dengan usia yang lebih lanjut dan prostat yang semakin membesar menyebabkan aliran kencing kurang lancar sehingga masih banyak sisanya di dalam," tutur Rahardjo. Ini yang menyebabkan laki-laki akhirnya bolak-balik buang air kecil di malam hari karena sisa pipis yang belum tuntas.

Tidak hanya bagi orang dewasa, gejala Enuresis pada anak juga sangat berbahaya. Menurut Wahyudi ada beberapa impak Enuresis yang dapat memengaruhi perkembangan anak. Di antaranya ialah gangguan emosi dan sosial, menurunnya kepercayaan diri, penarikan diri dari lingkungan, gangguan tidur, serta berpotensi mengganggu kesehatan secara keseluruhan. Tidak hanya bagi anak, kehidupan orang tua pun akhirnya terganggu karena harus mengurusi masalah mengompol anaknya di malam hari.

Ketika sudah mengalami beberapa gejala abnormal tersebut, kamu harus segera berkonsultasi dengan dokter. Ikatan Ahli Urologi Indonesia sudah membuat panduan diagnosis dan tata laksana Nokturia. Nantinya pasien akan diwawancarai dokter terkait keluhannya. Ini juga untuk membantu mencari penyebab Nokturia dan Nokturnal Enuresis. Kemudian sejumlah pemeriksaan fisik dan urinalisis akan dilakukan. Setelah mengetahui informasi yang cukup dokter bisa memberikan pengobatan dan terapi yang tepat.

Baca Juga:

Hati-Hati, Sering Buang Air di Malam Hari Pertanda Hipertensi

nokturia
Kurangi konsumsi air putih sebelum tidur. (Foto: Pexels/Daria Shevtsova)

Ada tiga tata laksana untuk membantu menyembuhkan kondisi Nokturia yaitu intervensi gaya hidup, latihan fisik, dan penggunaan obat. Rahardjo menyebutkan bahwa intervensi gaya hidup berkaitan dengan membatasi garam, protein, dan kalori. Selain itu, pasien perlu membatasi asupan cairan di sore dan malam hari terutama satu jam sebelum tidur. Latihan fisik untuk menguatkan kandung kemih dan otot pinggul juga jadi salah satu upaya terapi untuk menahan buang air kecil. Terakhir dengan pemberian obat sesuai kebutuhan.

Sementara untuk menyembuhkan Enuresis ada sejumlah terapi yang bisa dilakukan. "Terapi yang dilakukan perlu disesuaikan dengan penyebab yang mendasari pasien seperti pemantauan perawatan memainkan peran yang penting untuk keberhasilan terapi," kata Wahyudi. Tiga hal hal yang bisa dilakukan adalah dengan memperbaiki gaya hidup, pengobatan dari dokter, serta dukungan dan motivasi pihak keluarga.

Anak bisa memulainya dengan menghindari konsumsi cairan berlebih di malam hari, mengurangi minuman maupun makanan berkafein, dan menghindari diet tinggi protein atau garam. Selain itu, anak perlu diingatkan untuk berkemih sebelum tidur. Dokter juga dapat memberikan obat yang relatif aman untuk si kecil.

Terapi alarm yang berbunyi saat anak mengompol dapat menjadi salah satu alternatif untuk menyembuhkan Enuresis. Namun yang terutama adalah dukungan dari pihak keluarga. Orang tua sebaiknya tidak menyalahkan anak ketika mengompol karena ini bukan kesalahan mereka melainkan akibat dari sebuah kondisi kesehatan. (Sam)

Baca Juga:

Jangan Coba-Coba Menahan Kencing, Infeksi Saluran Kemih Mengintai