Dua tahun kemudian, Firli kembali ke Polda Metro Jaya sebagai Wakapolres Metro Jakarta Pusat. Kepercayaan terus mengalir hingga Firli akhirnya masuk Istana, ketika didapuk menjadi Asisten Sespri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2010. Keluar dari istana, lantas memegang jabatan Direskrimsus Polda Jateng tahun 2011. Namun, Firli kembali sukses masuk istana menjadi ajudan Wakil Presiden (Wapres) RI saat itu Boediono pada 2012. Boediono sendiri sempat terseret-seret kasus dugaan korupsi dana Bail Out Bank Century yang masih diusut KPK sampai saat ini.

Baca Juga:

Menguji Keberanian KPK Tetapkan Boediono Tersangka

Lepas dari Istana, karier Firli makin bersinar. Dia pernah menjadi Deputi Penindakan KPK, Kapolda Nusa Tenggara Barat, Wakapolda Jawa Tengah dan Wakapolda Banten, hingga sekarang terakhir menjadi Kapolda Sumsel, tanah kelahirannya sendiri. Puncak kariernya tentu saja ketika terpilih menjadi Ketua KPK 2019-2023 dalam uji kepatutan dan kelayakan yang digelar Komisi III DPR RI, Jumat (13/9) malam sepekan lalu. Bahkan, Firli sukses menyapu bersih 100 persen total suara 56 anggota Komisi III DPR, yang memiliki hak mengajukan 3 nama komisioner KPK terpilih.

Kalangan Sipil Belajar Lagi

plang hitam
Situs resmi KPK memasang banner hitam dengan tulisan 'Kami Tetap bekerja. Kami Tetap Berjuang. #saveKPK. (Screenshot Via Web KPK).

Terlepas dari segala kontroversi Irjen Firli menjadi bos baru 'Kuningan', ada sisi positif lain yang bisa diambil publik sebagai disampaikan Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta. Menurut dia, banyak tokoh Polri yang menduduki jabatan strategis di pemerintah bukan masalah. Malah, dia menyindir fakta ini seharusnya menjadi pecut bagi kalangan sipil untuk berprestasi dalam berkompetisi.

"Justru harusnya hal ini menjadi pemicu bagi masyarakat sipil untuk meningkatkan kualitasnya sehingga mampu bersaing dengan kader-kader dari TNI-Polri," kata Stanislaus, kepada MerahPutih.com, Jakarta, Rabu (18/9).

Baca Juga:

Irjen Firli Digadang Calon Kuat Ketua KPK, IPW: Barisan Novel Baswedan Gentar

Stanislaus menilai sampai saat ini kader korps Polisi dan TNI memang masih dibutuhkan di institusi sipil. Menurut dia, kader dari TNI dan Polri dalam beberapa hal lebih unggul dari sipil karena memang mempunyai disiplin yang tinggi dan jaringan yang kuat. "Hal tersebut yang sulit ditandingi oleh masyarakat sipil," tegas peraih program Doktoral Ilmu Intelijen Universitas Indonesia (UI) itu.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Foto: kpk.go.id)

Apalagi, kata Stanislaus, keberadaan anggota TNI-Polri yang masih aktif maupun purna yang punya jabatan di luar organisasi asal tidak perlu dipermasalahkan selama tidak melanggar aturan yang berlaku. Dalam kasus Firli, lanjut dia, harusnya publik tak perlu ragu dengan Firli dalam membuat gebrakan baru dalam aksi pemberantasan korupsi, karena Kapolda Sumatera Selatan itu sudah melalui proses pansel yang sangat ketat.

"Pansel sudah selektif. Firli bukan orang baru di KPK dia pernah di sana. Kalau dia mempertanyakan ada pelanggaran etik itu sudah clear. Dan pansel sudah menyatakan kalau itu sudah clear. Secara konsttusi pak Firli sudah siap dan sah menjadi pimpinan KPK," tutur ahli intelijen itu.

Bisa jadi saran pakar Intelijen itu benar, Firli bakal membuat gebrakan di KPK. Kalangan sipil pun harus mawas diri meningkatkan kualitasnya dalam persaingan mengisi jabatan pimpinan lembaga negara dengan kalangan Polri dan TNI. Buktikan kualitas kalangan sipil tidak kalah bagus. Tentu saja dengan catatan tak ada kepentingan politik selama proses seleksi. Kalau ada yang sama saja, di ujung akhir proses seleksi tetap wasalam...

(Kanugrahan)

Baca Juga:

Formappi Sebut Firli Bahuri Simbol Pelemahan KPK