3. Kuliner Maritim di Pesisir Harusnya Dibawa ke Tengah

tuna
Agar kuliner maritim bisa dinikmati hingga ke tengah, Indonesia harus menerapkan proses refrigerasi yang modern. (foto: pixabay/srigel)

Selain punya rasa yang nikmat, kuliner pesisir yang berbudaya maritim juga kaya akan nutrisi. Salah satunya, Harnaz mencontohkan ikan kembung. "Saya pernah baca sebuah penelitian yang menyebut ikan kembung lebih kaya nutrisi ketimbang salmon. Padahal, kita tahu harganya jauh berbeda," jelasnya.

Untuk itu, ia menyarankan agar kuliner maritim bisa dibawa dan dikenalkan ke daerah tengah, seperti pedalaman dan pegunungan. Namun, untuk bisa melakukan hal itu, Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Lidia menyebut tantangan terbesarnya ialah menjaga kesegaran ikan hingga ke tengah. "Kita perlu orang lebih banyak makan ikan. Ini cara paling progresif untuk membangun budaya maritim Indonesia," ujarnya.

Namun, tak mudah mewujudkan hal tersebut, ada banyak tantangan yang dihadapi, semisal menjaga kesegaran ikan. Harnaz menyebut dalam menjaga kesegaran ikan, penggunaan formalin yang banyak dilakukan justru membahayakan konsumen dan merusak kualitas ikan itu sendiri.

Selain itu, teknik refrigerasi ikan di Tanah Air masih tradisional. "Produksi ikan kita banyak. Iya benar, tapi karena belum bisa mengemas, ikannya enggak sampai ke tengah. Banyak busuk di pelabuhan aja," ujar Harnaz.

Lebih jauh ia menyebut membawa ikan ke daerah tengah bukannya enggak mungkin dilakukan. Dengan teknik pengemasan frozen yang benar, refrigerasi yang modern, dan distribusi yang lancar, masyarakat bisa lebih banyak menikmati ikan segar. "Kalau banyak makan ikan, gizi masyarakat jadi meningkat. Kita akan jadi lebih progresif, makin maju," jelasnya.

Ia juga menyinggung kapal pencuri ikan yang ternyata punya teknologi lebih canggih dalam refrigerasi. "Iya dulu ikan kita banyak dicuri terus dijual ke luar negeri. Itu karena kapal pencuri punya teknologi yang lebih canggih," ujar Harnaz.

Senada, Lidia juga menunjuk bahwa ikan segar, seperti tuna, dari Indonesia bisa bernilai tinggi di Jepang. "Ikan tuna segar saja bisa sampai ke Jepang. Masak sampai ke Yogya enggak bisa?," tanya Lidia. Ia bahkan menyebut tuna favorit di dunia ternyata berasal dari laut Indonesia. "Iya, tapi kita hanya kebagian tongkolnya," imbuh Harnaz diikuti tawa.

4. Enggak cuma Tuna, Indonesia Punya Sidat

semur sidat
Semur sidat. Selain tuna, sidat dari Indonesia juga punya nilai ekonomis tinggi. (foto: MP/Dwi Astarini)

Selain potensi maritim seperti tuna, ternyata perikanan Indonesia juga menyimpan jagoan lain, yakni sidat. Di Jepang, sidat yang dikenal dengan unagi sudah enggak boleh lagi ditangkap. "Di Jepang, unagi ini sudah jadi hewan yang dilindungi. Jadi semua unagi yang dimasak di Jepang berasal dari ekspor. Salah satunya dari Indonesia," kata Reyza Ramadhan dari komunitas Masak Akhir Pekan, pada acara yang sama.

Reyza yang juga bekerja untuk FAO itu pun mengatakan bahwa saat ini, lembaga PBB di bidang pangan itu tengah mengembangkan budi daya sidat di Cilacap. "Nilai ekonomis sidat ini cukup tinggi. Per kilogram bisa mencapai Rp350 ribu. Hampir sama harga salmon," jelas Reyza.

Meskipun demikian, sajian sidat belum umum dinikmati di seluruh Indonesia. Padahal, nilai gizi sidat lebih tinggi ketimbang salmon. "Vitamin A dan protein sidat lebih tinggi daripada salmon," jelasnya.

Di kesempatan itu, Reyza membawakan semur sidat yang dimasak bersama rempah khas Tanah Air. Rasanya nikmat. Daging sidat tak amis, justru terasa manis. Berpadu pas dengan sedikit kecap dan rempah khas semur.

Yuk, mulai biasakan makan ikan.(dwi)