Dengan menjadi penghuni Gedung Bundar proses interogasi resmi pun dimulai. Wawancara yang dilangsungkan di kejaksaan ini yang akan menjadi dasar tuntutan kepada para aktivis PRD di pengadilan. Sebenarnya pertanyaan-pertanyaanya pada dasarnya sama saja seperti yang di BIA. Namun di sini lebih difokuskan pada isu-isu politik strategis, terutama tentang program-program politik PRD. Selain program-program pertanyaan diarahkan pada sejunmlah data intelijen yang mereka punya tentang kegiatan-kegiatan demonstrasi, seminar maupun tulisan-tulisan yang diproduksi oleh PRD.
Pemerintahan Orde Baru tidak menjerat aktivis PRD dengan pasal-pasal penghinaan presiden yang tercantum dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Dalam KUHP tersebut ada yang disebut pasal karet, karena saking lenturnya dalam menafsirkan kritik pada presiden sebagai bentuk penghinaan. Tidak. Rupanya di mata rezim Orde Baru, para aktivis PRD terlalu serius untuk dianggap sekadar tukang hina presiden. Lebih dari soal ketersinggungan “seorang” presiden, kejahatan aktivis PRD adalah menjadi bagian bahkan otak dari permufakatan keji terhadap Negara.
Program-program politik PRD dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan partai progresif revoluisoner itu di lapangan selama bertahun-tahun. Dari sana akan disimpulkan bahwa PRD memang membangun kekuatan untuk menjatuhkan pemerintahan dan mengacau Negara secara sistematis. Semuanya dianggap merongrong Negara. Itulah pasal-pasal dalam UU Anti Subversi.
“Saya divonis 12 tahun. Semuanya subversif. Tapi jelas ini sengaja. Budiman kan ketua umum ketika itu, dan saya itu kan hanya ketua cabang SMID Jabodetabek. Kalau temen-teman saya ditanya itu jawabannya bisa panjang lebar, kalau saya ditanya saya hanya jawab satu 'saya tidak bersedia menjawab pertanyaan ini karena saya tidak diproses secara patut'. Itu yang lebih kurang membuat mereka geram, dan memberikan vonis kepada saya yang lebih keras ketimbang teman-teman yang lain” pungkas Garda.
Pada akhirnya Garda Sembiring, setelah menjalani serangkaian persidangan, akhirnya divonis 12 tahun penjara oleh pemerintah Orde Baru karena dituduh sebagai dalang kerusuhan pada 27 Juli 1996 itu. Sementara Budiman Sudjatmiko divonis 13 tahun. Akan tetapi, seiring runtuhnya Orde Baru, dan bergeloranya semangat reformasi, Garda dan Budiman lantas hanya menjalani hukuman selama 3,5 tahun masa kurungan setelah mendapat amnesti pada 10 Desember 1999 dari Presiden Indonesia saat itu, Abdurrahman Wahid (Gus Dur). (Pon)