Temuan studi Ipsos Mori tersebut sedikit banyak mewakili hal yang terjadi di Indonesia. Meski isu perempuan ditangani secara serius, perlindungan negara terhadap perempuan dari pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga justru memperlebar kesenjangan gender di Indonesia.
Dikutip laman Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) sejak 22 tahun lalu. Ratifikasi itu dituangkan melalui Undang-undang No 7 Tahun 1984.
Dalam perjalanan pelaksanaan CEDAW, pemerintah Indonesia menyadari masih kuatnya diskriminasi terhadap perempuan di segala bidang pembangunan. Disksriminasi itu mengancam pencapaian keadilan dan kesetaraan gender di Indonesia. Oleh karena itu, pada 2000, Presiden RI Abdurahman Wahid mengeluarkan Instruksi Presiden No 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan (Inpres PUG).
Dengan inpres itu, pembangunan nasional diharapkan akan mengintegrasikan perspektif gender sejak proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasilnya. Selanjutya, di 2006, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PP-PA) menyusun draft Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengarusutamaan Gender.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga ambil bagian dalam mewujudkan 17 tujuan SDGs. Pada 2015, Kementerian PP-PA menggaungkan kampanye HeforShe sebagai pelibatan kamu laki-laki dalam mendukung tercapainya kesetaraan gender di Indonesia.
Kampanye tersebut sejalan dengan tujuan untuk mencapai kesetaraan (50%-50%) peran antara laki-laki dan perempuan di 2030. Capaian itu merupakan bagian dari poin kelima SDGs.
Dalam perjalanan mencapai tujuan poin kelima SDGs, Indonesia ada di jalur yang benar. Demikian diungkapkan organisasi Equal Measures 2030 dalam Indeks Kesetaraan Gender yang dipublikasikan pada 2018.
Sebagai negara dengan populasi keempat terbesar di dunia, Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat literasi tinggi di Asia. Angkanya, 93,59% untuk perempuan dan 97,17% untuk laki-laki.
Selain itu, dalam Indeks Kesetaraan Gender pertama kali dirilis pada 2018 tersebut menyatakan bahwa sejumlah aturan, undang-undang, dan program yang dibuat pemerintah Indonesia memberikan dukungan terhadap perempuan. Termasuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program tersebut mencakup tiga perempat populasi. Hasilnya, JKN jadi investasi signifikan dalam menurunkan kematian ibu melahirkan.
Meskipun demikian, capaian Indonesia masih disoroti di beberapa bidang. Pengaruh konservatisme dalam berbagai produk perundang-undangan masih menafikan hak-hak sipil kaum perempuan. Hukum perpajakan dan warisan misalnya dinilai masih mendiskriminasi perempuan.
Selain itu, produk legislasi yang melindungi perempuan dari pelecehan seksual dan kekerasan domestik masih lemah dan tidak ditegakkan. Survei Women’s Health and Life Experiences di 2016 menyebut satu dari tiga perempan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual dalam hidup mereka.
Dalam ekonomi, perempuan Indonesia juga harus menghadapi diskriminasi dan pembatasan dalam aturan. Dalam Indeks Kesenjangan Gender (GII) yang dirilis PBB pada 2017, Indonesia mencatatkan partisipasi perempuan pekerja sebesar 51%. Angka itu masih jauh dari angka partisipasi laki-laki yang mencapai 80%.
Rendahnya partisipasi perempuan dalam dunia kerja di Indonesia disebabkan pernikahan, adanya anak di bawah 2 tahun di dalam rumah tangga, rendahnya tingkat pendidikan, hingga perubahan struktur ekonomi sebagai dampak migrasi dari desa ke kota.
Selain itu, dalam GII 2017 terlihat bahwa keterwakilan perempuan Indonesia di parlemen masihlah rendah. Hanya 15%.
Hal-hal itu memang masih membutuhkan kerja keras semua pihak untuk terus menggaungkan kesadaran akan pentingnya kesadaran gender demi kemajuan bangsa di masa depan.
Isu kesetaraan gender nyatanya memang bukan hanya domain perempuan. Mengingat perempuan juga merupakan bagian dari sebuah bangsa, mereka juga punya peran untuk membuat sebuah kemajuan.
"Dunia yang setara adalah dunia yang lebih baik," ujar Slingsby.
Oleh karena itulah, menurutnya, Hari Perempuan Sedunia 2019 ini mengangkat kampanye #BalanceforBetter. Kampanye itu secara kolektif ingin mengajak kaum laki-laki dan perempuan untuk bekerja bersama menciptakan kesetaraan untuk dunia yang lebih baik.
Dalam praktiknya, perempuan yang berpendidikan, sehat, aman dan jauh dari kekerasan akan bisa berkontribusi maksimal sesuai potensi mereka demi kemajuan bangsa dan negara.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengungkapkan bahwa keamanan perempuan menjadi tolok ukur kemajuan sebuah negara. "Suatu negara belum dikatakan maju kalau perempuan di dalamnya belum berada di garis aman. Perjuangan perempuan dalam mewujdukan kesetaraan gender masih panjang, terutama dalam mencapai target SDGs," ujar Yohana dalam dialog bersama aktivis perempuan di Istana Negara, Kamis (6/3).
Ia menekankan bahwa perempuan dan laki-laki sudah harus berjalan bersama, setara. "Kita bangkit menggunakan potensi kita. Kita harus membangkitkan semangat dan potensi perempuan untuk membangun bersama memperkuat bangsa,” tegas Menteri Yohana.
Dalam pertemuan yang digelar untuk menyambut Hari Perempuan Sedunia, 8 Maret, itu diangkat tema Bersama Memperkuat Bangsa. Presiden Joko Widodo yang juga hadir dalam pertemuan itu mendorong seluruh perempuan dan aktivis peduli perempuan untuk terus bekerja bersama pemerintah membangun potensi perempuan. “Saya keliling ke daerah-daerah dan melihat betapa pekerjaan besar masih banyak, terutama dalam pemberdayaan perempuan yang harus diselesaikan. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri harus dibantu, terutama oleh para aktivis yang dekat dengan masyarakat,” tambah Presiden Joko Widodo.
Di lain hal, mantan Perdana Menteri Australia yang kini menjabat Kepala Global Institute of Women’s Leadership di King’s College London, Julia Gillard, menyerukan aksi nyata dari para politikus dan pemimpin bisnis. "Plotisi dan pemimpin bisnis dunia harus mendengar dan bertindak terhadap pesan-pesan tentang perempuan ini. Kita harus menggandakan usaha untuk mempercepat kemajuan dalam mengatasi kesenjangan gender dan meningkatkan perwakilan perempuan dalam pemegang kekuasaan," ujar Gillard.
Di Hari Perempuan Sedunia kali ini, kerja sama antargender jadi fokus untuk menciptakan dunia yang lebih baik di masa depan. Selamat Hari Perempuan Sedunia.(dwi)