Mekanisme Pembayaran Royalti

Akankah PP 56/2021 Jadi Solusi untuk Para Pencipta Lagu?
Besaran royalti untuk restoran, kafe, bar dan bistro dari LKMN. (Foto: LMKN)

Lalu bagaimana mekanisme cara pembayaran royalti? Dilansir dari Bisnis.com, royalti dari setiap industri hiburan akan dikumpulkan dan dihimpun oleh divisi Koordinator Pelaksana Penarikan dan Penghimpunan Royalti (KP3R) LMKN yang beranggotakan perwakilan dari setiap LMK.

Royalti yang telah dihimpun akan didistribusikan berdasarkan laporan penggunaan data lagu dan/atau musik yang ada di SILM (Sistem Informasi Lagu dan/atau Musik).

SILM sendiri merupakan sistem informasi dan data yang digunakan dalam pendistribusian royalti lagu atau musik. Nantinya, royalti akan segera didistribusikan kepada pencipta, pemegang hak cipta dan pemilik hal terkait melalui LMK.

Biasanya penarikan dilakukan dengan cara mendatangi langsung pelaku industri. Tak jarang yang membayara royalt tersebut sesuai dengan aturan, tapi tanpa menyertakan daftar lagu apa saja yang pernah diputar lokasi usahanya. Karena, sebelumnya sudah menyatakan pendataan lagu yang diputar seharusnya dilakukan dengan baik karena akan mempengaruhi royalti untuk pemilik hak cipta.

“Kami ada mekanisme, lagu yang diputar di industry tadi didata penyanyinya, penciptanua, perekamnya. Kali tidak ada data lengkap ya salah satunya saja. Nah, data dari 100 user contonhnya, itu berpeluang menjadi rebutan dan masalah dispute,” ucap Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) James F. Sunda.

Dikarenakan pendataan karya musik yang diputar di tiap-tiap industri belum bagus. Oleh karena itu, LMKN biasanya tidak langsung membagi habis hasil penghimpunan royalti tersebut.

Dana dari industri dibagikan lagi peruntukannya. Dari 100 persen dana yang dikumpulkan, lima persen akan disisihkan untuk pembiayaan operasional LMKN.

Kemudian untuk 8 sampai 12 persen dana disisakan untuk dana cadangan (reserve account). Dana cadangan diperlukan untuk membayar royalti atas pemakaian karya musik yang belum diketahui jelas pencipta, penyanyi, atau perekamnya.

Setelah itu, 85 persen sisa dana akan dibagi dua. Ada 42,2 persen dana hasil pungutan yang langsung dibagikan ke pemilik hak cipta sesuai data dan sisanya dibagikan berdasarkan kesepakatan semua LMK.

Apakah PP 56/2021 bisa menjadi solusi bagi para musisi untuk mendapat keadilan, bila berbicara tentang royalti? Terlepas dari semua itu, kita bisa melihat, bahwa Presiden Joko Widodo memang memperhatikan kesejahteraan para seniman, dalam hal ini terutama para musisi dan pencipta lagu. Salah satu buktinya dengan ditekannya PP 56/2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Pertanyaan yang sesungguhnya adalah apakah lembaga yang bertanggung jawab atas semua pendirstribusian, mekanisme, hingga pencairan untuk royalti akan berjalan secara transparan, terbuka dan benar? (far)

Baca juga:

Dilema Radio Jika Harus Bayar Royalti Musik