Anak-anaknya yang mulai besar tentunya turut membantu bisnis herbal sang ibu. Ia memiliki empat anak, yaitu Nonnie, Hans Ramana, Lucy Saerang, dan Marie Kalalo. Suaminya meninggal saat ia tengah mengandung Marie. Ia menikah lagi dan melahirkan Hans Pangemanan. Tahun 1940, melalui bantuan Nonnie, putri pertamanya yang hijrah ke Jakarta, berdirilah cabang toko Nyonya Meneer di Jalan Juanda, Pasar Baru, Jakarta Pusat. Sementara di Semarang, perusahaan berkembang pesat di tangan Ny. Meneer dan Hans Ramana.
Hans Ramana meninggal di tahun 1976, disusul Ny. Meneer pada 1978. Operasional perusahaan kemudian diteruskan oleh kelima cucu Ny. Meneer. Namun mereka tidak sejalan hingga terjadi sengketa berkelanjutan bertahun-tahun dan sempat ke meja hijau. Konflik keluarga yang melibatkan ribuan pekerja perusahaan akhirnya membuat Cosmas Batubara, Menaker saat itu, turun tangan. Mereka pun memutuskan berpisah dan menjual bagian mereka kepada Charles Ong Saerang, putra Hans Ramana.
Tahun 1991, setelah penyelesaian konflik, Charles Saerang langsung menjadi pemilik tunggal sekaligus pimpinan. Di bawaj kepemimpinannya, perusahaan berkembang pesat, dari jumlah karyawan, produk, cabang, hingga pemasaran ke tiga benua, yakni Asia, Eropa, dan Amerika. Berbagai penghargaan pun didapat.
Media mencatat beberapa kali masalah pekerja dan pemogokan buruh. Tahun 2013 para pekerjanya demo akibat gaji yang menunggak. Puncaknya di tahun 2015, NMI, distributor tunggalnya, menggugat PT Nyonya Meneer di Pengadilan Niaga Semarang karena tak membayar utang sebesar Rp 110 miliar selama hampir lima tahun. Tunggakan juga terjadi pada 37 kreditur lainnya, termasuk Bank Papua sebesar Rp 45 miliar. Total angka yang harus dilunasi senilai Rp 267 miliar dan berujung perdamaian dengan nilai pelunasan menjadi Rp 198 miliar.
Meski berujung damai, namun perusahaan masih sakit dan tahun 2016 pekerja kembali mogok karena belum menerima gaji beberapa bulan. Iuran BPJS bahkan sudah menunggak sejak 2012. Tak mampu lagi berdiri, akhirnya PT. Nyonya Meneer dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang pada 3 Agustus 2017 lalu. Sedih, namun inilah akhir perjalanan jamu kebanggaan yang sudah berusia hampir seabad ini. (*)
Baca juga artikel lainnya di sini: Bir Pletok Khas Betawi Antitesis Minuman Meneer Belanda.