Selamatkan Batik Rifaiyah, Motif Tiga Negeri Bercorak Spiritual Islam dari Batang

Jumat, 04 Mei 2018 - Wisnu Cipto

MerahPutih.com - Batik rifaiyah atau dikenal pula dengan sebutan "batik tiga negeri" mulai menemui titik senja. Tiga negeri yang dimaksud itu adalah daerah Lasem terkenal dengan warna merah, Pekalongan dengan warna biru, dan Solo dengan warna cokelat.

Label "batik tiga negeri" diberikan jika warna merah, biru dan cokelat dibubuhkan bersamaan pada sehelai kain batik. Batik rifaiyah merupakan gabungan gaya berbagai negara dengan corak Islami.

"Akulturasi sentuhan warna dan corak Eropa dan China membuat batik rifaiyah ini merupakan batik multikultur dengan masuknya spirit Islam," kata Miftakhutin (40), perempuan perajin batik tulis di Desa Kalipucang Wetan, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

Perempuan yang akrab disapa Utin itu bercerita panjang lebar mengenai sejarah batik tulis khas daerah itu. Meski masih bertahan, dia mengutarakan sebuah kekhawatiran serius tentang masa depan batik rifaiyah karena jumlah perajinnya kian berkurang.

batik rifaiyah
Perajin Batik melukis motif bunga ciri khas batik rifaiyah. Foto: Winny Marlina

Menurut Utin, data saat ini perajin batik rifaiyah itu rata-rata di atas 35 tahun. Ada lebih dari 100 perajin, namun yang aktif sejumlah 87 orang.

"Anak-anak muda perempuan tidak lagi tertarik untuk membatik, ada yang berusia 18 tahun satu orang saja," kata Utin, generasi kelima dari keluarganya yang meneruskan tradisi membatik hingga saat ini, dilansir Antara.

Utin menyesalkan perempuan muda setempat saat ini maunya bekerja dengan hasil instan sehingga membatik dengan menjaga warisan tradisi itu hanya menjadi pilihan terakhir.

Itu sebabnya regenerasi untuk menjaga dan melestarikannya mengalami ancaman karena tidak mustahil dengan berkurangnya peminat di kalangan muda akan membuat batik rifaiyah terancam hilang dan bahkan punah.

"Saya berinisiatif untuk membuka pelatihan gratis, semua bahan dan perlengkapan disediakan, tetapi peminatnya hanya dua orang saja," keluh Pendiri Kelompok Usaha Bersama (KUB) Tunas Cahaya itu.

Kyai Rifai
KH Ahmad Rifai, Pahlawan Nasional pencetus motif batik Rifaiyah. Foto: wikipedia

Ajaran Kyai Rifai

Secara umum, perajin batik rifaiyah adalah sebuah komunitas yang mengambil spirit dari ajaran KH Ahmad Rifai, yang dikenal dengan sebutan Kyai Rifai.

Komunitas rifaiyah itu semuanya adalah santri yang mengikuti ajaran Kyai Rifai, dan kemudian meneruskan tradisi membatik dengan batik rifaiyah itu, yang didasarkan pada nama Kyai Rifai.

Berdasarkan rujukan sejarah, Kyai Rifai adalah salah satu ulama besar yang lahir di Desa Tempuran, Kendal, Jawa Tengah pada 9 Muharram 1200 Hijriyyah, atau 1786 Masehi.

Sikapnya yang kritis membuat Belanda membuangnya ke daerah Ambon. Dia juga diasingkan ke Manado hingga akhirnya wafat pada tahun 1876 Masehi di Sulawesi Utara.

Kiprah dan perjuangannya melawan penjajahan pemerintah kolonial Belanda itulah yang akhirnya membuat negara menganugerahkan gelar pahlawan nasional.

Gelar pahlawan nasional itu berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) nomor 086/TK/2004 pada saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Utin sebagai generasi penerus membatik dengan spirit rifaiyah mengingat ajaran-ajaran Kyai Rifai, di antaranya berupa syair-syair yang ditulis dalam bahasa "Arab Pegon" atau kitab-kitab berbahasa Jawa berhuruf Arab selalu disenandungkan saat membatik.

Syair yang disenandungkan saat membatik, tidak lain adalah selain mengingat ajaran Kyai Rifai yang berlandaskan nilai ke-Islam-an juga "meramaikan" suasana karena sebelumnya perajin yang serius dan fokus membatik membuat suasana hening.

"Dengan syair-syair yang diajarkan dan mengandung nilai religi membuat suasana lebih meneduhkan jiwa," imbuh perempuan yang kini duduk sebagai penasihat di KUB Tunas Cahaya itu.

makam kyai rifai
KH Ahmad Rifai, Pahlawan Nasional pencetus motif batik Rifaiyah. Foto: wikipedia

Makna Spiritual Batik Rifaiyah

Motif batik rifaiyah, umumnya menggambarkan tumbuhan. Karena itu, amat jarang ada motif hewan mengingat dalam ajaran Islam dilarang untuk menggambarkan makhluk hidup.

Perkecualian terjadi pada motif yang berasal dari tumbuhan sehingga coraknya mendominasi karya batik tersebut. Sekurangnyaya ada sebanyak 24 motif dalam batik rifaiyah.

Menurut Sri Mustika dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta dalam karya berjudul "Upaya Pelestarian Batik Rifaiyah", merinci 24 motif khas batik rifaiyah yang masing-masing memiliki makna tersendiri. Corak tersebut terdiri atas: "pelo ati", "kotak kitir", "banji", "sigar kupat", "lancur","tambal", "kawung ndog", "kawung jenggot", "dlorong", "materos satrio", "ila ili", "gemblong sairis", "dapel", "nyah pratin', "romo gendong", "jeruk no'i", "keongan", "krokotan", "liris", "klasem", "kluwungan", "jamblang", "gendaghan" dan "wagean".

motif batik rifaiyah
Motif-motif Batik Rifaiyah. Foto: Net

Sri menyebut motif-motif ini ada yang mengandung makna spiritualitas. Misalnya, motif "pelo ati" (ampela dan hati ayam) menggambarkan ajaran sufisme bahwa hati mengandung sifat-sifat terpuji.

Menurut kitab "Tarujumah" susunan Kiai Rifai, di dalam hati terdapat delapan sifat kebaikan, yaitu zuhud (tidak mementingkan keduniawian), qana'at (merasa cukup atas karuniaNya), shabar (sabar), tawakal (berserah diri kepadaNya), mujahadah (bersungguh-sungguh), ridla (rela), syukur, dan ikhlas.

Semua sifat ini mengandung makna kahauf (takut), mahabbah (rasa cinta), dan makrifat (perenungan kepada Allah).

Ampela menggambarkan tempat kotoran, yaitu sifat-sifat buruk manusia sebagaimana terdapat dalam kitab "Tarajumah", yaitu hubbu al-dunya (mencintai dunia yang disangka mulia namun di akhirat sia-sia), thama' (rakus), itba' al-hawa (mengikuti hawa nafsu), 'ujub (suka mengagumi diri sendiri), riya (suka dipuji), takabur (sombong), hasad (dengki) dan sum'ah (suka membicarakan amal kebajikannya pada orang).

Semua sifat tercela dan kotor ini harus dibuang jauh-jauh. Dengan mengenakan kain bermotif "pelo ati". (*)

Bagikan

Baca Original Artikel

Berita Terkait

Bagikan