Sangkuriang: Kisah Cinta Terlarang yang Melegenda

Minggu, 19 Maret 2017 - Selvi Purwanti

Pesatnya perkembangan teknologi tidak hanya berpengaruh pada penggunaan alat atau sistem dalam melakukan interaksi antar individu maupun kelompok. Budaya yang merupakan bagian dari karya intelektual nenek moyang sejak zaman kuno juga ikut dipaksakan, diboyong menjadi kemasan modern.

Cerita dongen atau legenda misalnya, entah menerima atau tidak, namun masyarakat yang menikmati nyatanya ikut hanyut mengikuti kemasan yang disuguhkan. Mereka tidak protes, atau menolak tayangan itu.

Seperti pada cerita legenda atau dongen tentang Roro Jonggrang yang pernah ditfilmkan beberapa waktu lalu. Mana mungkin di zaman Roro Jonggrang sudah ada mobil, atau berkomunikasi menggunakan telpon genggam? Namun karena ini hanya berorientasi pada hiburan semata, tidak ada aturan yang melarang.

Pada zaman dulu, dongen tidak sekadar cerita bualan yang bisa membuat pendengarnya gembira, terharu, atau tertawa terbahak-bahak jika menemukan alur cerita yang lucu. Namun sebuah kearifan lokal yang memberikan nilai-nilai kehidupan, agar bagaimana si penikmat bisa mengambil makna dari isi cerita tersebut.

Dongen atau legenda adalah ajaran kebaikan, yang selalu memunculkan bahwa seseorang yang jahat atau menyimpang dari kodrat-irodat sebagai manusia, pasti akan menemukan hukuman, entah kutukan, atau sesuatu yang berakibat buruk, setimpal dengan perbuatannya.

Seperti halnya dalam cerita legenda asmara Sangkuriang dengan Dayang Sumbi. Legenda rakyat Jawa Barat yang sudah sangat populer, dan dipercaya hingga saat ini masih petilasannya ini, bermula dari seorang perempuan yang cantik jelita bernama Dayang Sumbi.

Dayang Sumbi hidupnya terasing di sebuah hutan bersama seekor anjing bernama Tumang.

Awalnya Dayang Sumbi adalah seorang putri raja yang tinggal di Istana bersama ayahnya yang bernama Raja Sumbing Perbangkara. Karena kecantikannya yang sangat termasyhur, ia menjadi rebutan raja-raja dari berbagai penjuru negeri.

Kecantikannya ini juga sempat menumbulkan kekacauan, karena terjadi perang antara raja-raja yang memperebutkan Dayang Sumbi. Mengetahui hal ini Dayang Sumbi akhirnya meminta izin ayahnya untuk mengasingkan diri dari istana agar tak lagi terjadi peperangan untuk memperebutkan dirinya. Sang ayah kemudian mengizinkannya dan memberikan Tumang si anjing pemburu sebagai penjaga. Lalu, pergilah Dayang Sumbi mengasingkan diri jauh ke dalam hutan bersama Tumang si anjing.

Pada suatau hari ketika sedang menenun, tanpa sengaja Dayang Sumbi menjatuhkan torak (sebutan untuk alat tenun) ke lantai.

Entah kenapa Dayang Sumbi merasa malas sekali untuk mengambilnya, kemudian ia bersumpah siapa saja yang mau mengambilkan torak tersebut maka ia akan menikahinya. Lalu tanpa terduga, ternyata si Tumang lah yang mengambilkan torak tersebut untuk Dayang Sumbi. Karena sudah terlanjur mengucap sumpah akhirnya Dayang Sumbi pun menikah dengan Tumang.

Dayang Sumbi mengetahui bahwa Tumang adalah jelmaan Dewa yang sedang mengalami hukuman di bumi. Dan, setiap bulan purnama Tumang si anjing dapat berubah menjadi pria yang sangat tampan.

Mengetahui hal ini, Raja Sumbing Perbangkara pun murka. Meskipun Tumang adalah jelmaan dewa, namun tetap saja menurut sang raja, anaknya menikah dengan seekor anjing. Raja Sumbing Perbangkara pun Mengusir Dayang Sumbi.

Raja Sumbing Perbangkara tidak lagi mengizinkan anaknya untuk kembali lagi ke Istana. Dayang Sumbi pun akhirnya menetap di hutan bersama Tumang. Hingga akhirnya Dayang Sumbi mengandung dan mempunyai seorang anak laki-laki bernama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu di dalam hutan. Setiap berburu, dia selalu ditemani oleh seekor anjing kesayangannya yang bernama Tumang., yang tak lain adalah titisan dewa, dan juga Ayah kandungnya. T

etapi Sangkuriang tidak tahu hal itu, dan ibunya memang sengaja merahasiakannya.

Pada suatu hari, seperti biasa Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu. Sesampainya di hutan, Sangkuriang mulai mencari target buruannya. Dia melihat ada seekor burung yang sedang bertengger di dahan, lalu tanpa berpikir panjang Sangkuriang langsung memanahnya, dan tepat mengenai sasaran.

Sangkuriang lalu memerintah Tumang untuk mengejar buruannya tadi, tetapi si Tumang diam saja dan tidak mau mengikuti perintah Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada Tumang, maka Sangkuriang mengusir Tumang dan tidak diizinkan pulang ke rumah bersamanya lagi.

Sesampainya di rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Begitu mendengar cerita dari anaknya, Dayang Sumbi sangat marah. Diambilnya sendok nasi, dan dipukulkan ke kepala Sangkuriang. Karena merasa kecewa dengan perlakuan ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk pergi mengembara, dan meninggalkan rumah dan ibunya.

Setelah kejadian tersebut, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia berdoa setiap hari, dan meminta agar suatu hari dapat bertemu dengan anaknya kembali. Karena kesungguhan dari doa Dayang Sumbi itu, maka Dewa memberinya sebuah hadiah berupa kecantikan abadi dan usianya yang awet muda selamanya.

Setelah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia berniat untuk pulang ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat terkejut sekali, karena kampung halamannya sudah berubah total. Rasa senang Sangkuriang tersebut bertambah ketika saat di tengah jalan bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang tidak lain adalah Dayang Sumbi, ibu kandung sangkuriang.

Karena terpesona dengan kecantikan wanita tersebut, maka Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya lamaran Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah dalam waktu dekat. Pada suatu hari, Sangkuriang meminta izin pada calon istrinya untuk berburu di hutan.

Sebelum berangkat, ia meminta Dayang Sumbi untuk mengencangkan dan merapikan ikat kapalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi, karena pada saat dia merapikan ikat kepala Sangkuriang, Ia melihat ada bekas luka. Bekas luka tersebut mirip dengan bekas luka anaknya. Setelah bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu, Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon suaminya tersebut adalah anaknya sendiri.

Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan anaknya sendiri. Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi mencoba berbicara kepada Sangkuriang, supaya Sangkuriang membatalkan rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak disetujui Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.

Setiap hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak pernah terjadi. Setelah berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan cara terbaik. Dia mengajukan dua buah syarat kepada Sangkuriang. Apabila Sangkuriang dapat memenuhi kedua syarat tersebut, maka Dayang Sumbi mau dijadikan istri olehnya, tetapi sebaliknya jika gagal maka pernikahan itu akan dibatalkan.

Syarat yang pertama Dayang Sumbi ingin supaya sungai Citarum dibendung. Dan yang ke dua adalah meminta Sangkuriang untuk membuat sampan yang sangat besar untuk menyeberang sungai. Kedua syarat itu harus diselesaikan oleh sangkuriang sebelum fajar menyingsing.

Sangkuriang pun menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji akan menyelesaikannya sebelum fajar menyingsing. Dengan kesaktian yang dimilikinya, Sangkuriang lalu mengerahkan teman-temannya dari bangsa jin untuk membantu menyelesaikan tugasnya tersebut. Diam-diam, Dayang Sumbi mengintip hasil kerja dari Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia, karena Sangkuriang hampir menyelesaiklan semua syarat yang diberikan Dayang Sumbi sebelum fajar.

Dayang Sumbi lalu meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain sutera berwarna merah di sebelah timur kota. Ketika melihat warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira kalau hari sudah menjelang pagi. Sangkuriang langsung menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak dapat memenuhi syarat yang telah diajukan oleh Dayang Sumbi.

Dengan rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah banjir dan seluruh kota terendam air. Sangkuriang juga menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.

Hingga saat ini, Tangkuban Perahu masih ada dan menjadi salah satu objek wisata yang ramai dikunjungi oleh para wisatawan saat berkunjung ke Jawa Barat.

Nah, seperti itulah kisah cinta Sangkuriang terhadap ibunya, Dayang Sumbi yang tidak tersampaikan. Dari cerita berikut banyak pesan moral bahwa manusia tidak boleh memelihara sifat egois, dan harus menggunakan hati nurani sebelum melakukan sesuatu. Dalam legenda Sangkuriang ini, sifat egois ada di dalam sosok Sangkuriang yang keras kepala. Dia tidak mau mendengarkan nasihat ibunya, serta tak mau menerima kenyataan bahwa Dayang Sumbi, wanita yang sangat ia cintai ternyata adalah Ibu kandungnya sendiri.

Sementara, Ibunya, Dayang Sumbi selalu menggunaka hati nuraninya sebelum melakukan sesuatu. Hal itu terlihat ketika ia menyadari bahwa Sangkuring adalah putra kandungnya sendiri, maka hati nuraninya pun berontak untuk menghentikan keegoisan Sangkuriang, yang tetap bersikeras ingin menikahinya.

Bagikan

Baca Original Artikel

Berita Terkait

Bagikan