FC United of Manchester, Klub yang Lahir dari kekecewaan Suporter Manchester United

Jumat, 23 November 2018 - Andika Pratama

MerahPutih.com - Pekan ini, dunia hiburan tanah air diramaikan oleh satu di antara film yang menceritakan sosok pahlawan legendaris asal Inggris, Robin Hood. Memakai tudung kepala dan penutup wajah, sang pahlawan terus beraksi melawan tirani.

Film tersebut mengambil latar saat perang salib. Cerita bermula ketika Robin Hood yang diperankan Taron Egerton kembali dari medan perang. Ia mendapati banyak hal menyimpang yang didalangi oleh Sheriff di Nottingham.

Bersama mantan musuhnya, Little John, ia merancang rencana untuk menggulingkan pemerintahan korup baik dengan langkah elegan atau jalanan. Seperti pada film lainnya, Robin Hood pun meraih apa yang diinginkannya pada akhir cerita.

Suporter FC United of Manchester

Robin Hood adalah legenda yang sulit ditelusuri kebenarannya. Namun satu yang pasti, ia memilih jalan memberontak saat melihat hal yang tak semestinya terjadi. Meski mencuri bukanlah tindakan yang benar, namun tujuan sang pahlawan adalah kabar baik bagi korban kekejaman sang sheriff.

Jalan hidup Robin Hood juga dilakoni FC United. Klub itu merupakan kawah candradimuka yang dihasilkan dari kekecewaan, ketidakbahagiaan serta sentimen negatif beberapa suporter setelah merasa dicampakkan klub tercinta, Manchester United.

Tanpa menggunakan mesin waktu, cerita akan dimulai dengan berjalan mundur ke Februari 2005. Saat itu, FC United pertama kali terbentuk setelah berita Malcolm Glazer sebagai investor utama Manchester United menguat.

Para suporter melontarkan kritik pedas karena Manchester United menaikkan harga tiket secara sepihak. Selain itu, pemindahan jadwal kick off menjadi pukul 3 sore kian memperkeruh suasana. Bola salju semakin menebal, jalan sebagai pemberontak pun diamini.

Pada Juli 2005, lebih dari dua bulan setelah Glazer mengakusisi The Red Devils, FC United menggelar pertandingan pertama. Untuk klub yang masih seumur jagung, jumlah penonton mencapai 2.552 orang terlihat seperti anomali.

Legenda Manchester United, Eric Cantona, pernah mengatakan FC United akan memenangi Liga Europa dalam 50 tahun ke depan. Bahkan, pada 2010 saat dirinya berusia 43 tahun, King Eric pernah mengutarakan niatnya membela FC United.

Suporter FC United of Manchester

Tidak seperti klub kebanyakan, FC United beroperasi sebagai tim yang menguntungkan untuk suporter. Keanggotaan diperoleh dengan membayar iuran tahunan sebesar 15 pounds, sedangkan 3 pounds untuk anak-anak.

Uniknya, setiap anggota hanya menerima satu saham tak peduli berapa uang yang disumbangkan. Sedangkan, pada setiap pemungutan suara untuk menentukan kebijakan tim, anggota berhak mendapatkan satu suara.

Sementara itu, untuk mengurus operasional sehari-hari dibentuk dewan klub yang terdiri hingga 11 anggota dan diawasi oleh seorang Chief Executive Officer. Posisi strategis itu sempat diduduki Andy Walsh yang merupakan pendiri klub sebelum mengundurkan diri pada Juni 2016.

Berikut ini prinsip-prinsip yang ada di FC United:

*Dewan akan dipilih secara demokratis oleh anggotanya;
*Keputusan yang diambil oleh keanggotaan akan diputuskan berdasarkan satu-anggota, satu suara.
*Klub akan mengembangkan hubungan yang kuat dengan komunitas lokal dan berusaha untuk dapat diakses oleh semua orang, tidak mendiskriminasi siapa pun.
*Klub akan berusaha untuk membuat harga tiket masuk serendah mungkin, untuk mendukung konstituensi sebanyak mungkin.
*Klub akan mendorong pemain muda, partisipasi lokal — bermain dan mendukung — kapan pun memungkinkan.
*Dewan akan berusaha sedapat mungkin menghindari komersialisasi langsung.
*Klub akan tetap menjadi organisasi nirlaba.
*Klub menerima sponsor tetapi tidak mengizinkan logo sponsor ditampilkan pada jersey tim.

Jalan FC United untuk beranjak dari kasta ke-10 sepak bola Inggris cukup mulus. The Red Rebels hanya membutuhkan waktu dua musim untuk promosi. Mereka memenangi gelar divisi dua wilayah utara dan diikuti titel divisi satu.

Kemudian, FC United menghabiskan enam musim pada divisi Premier League utara sebelum naik ke liga nasional utara pada 2015. Pada tingkat keenam sepak bola Inggris tersebut FC United tampil angin-anginan. Saat ini, mereka menduduki peringkat ke-19 dengan raihan 18 poin dari 17 laga.

Pada perjalanannya, FC United bukan tanpa halangan. Mereka sempat mendapatkan kritik dari Sir Alex Ferguson. Sir Alex mengatakan para suporter harus tetap setia pada sisi Manchester United, mencoba menerima keputusan pemilik klub daripada sibuk mengurusi FC United.

Suporter FC United Of Manchester. Foto: Zimbio

"Saya minta maaf atas hal tersebut. Agak menyedihkan pada bagian itu, namun saya bertanya-tanya seberapa besar pendukung FC United. Bagi saya mereka tampak seperti mempromosikan atau memproyeksikan diri lebih sedikit daripada yang mengatakan. Pada akhirnya klub telah membuat keputusan, kami akan tetap dengan mereka. Ini lebih tentang mereka daripada kami," kata Sir Alex Ferguson pada The Official Manchester United Diary of the Season (2006).

Lebih lanjut, jurnalis asal Inggris, Andy Walker, mengatakan para suporter FC United sejatinya masih memantau perkembangan The Red Devils. Satu-satunya perbedaan adalah mereka tidak lagi datang ke Old Trafford karena harga tiket yang menguras kantong.

Masalah juga tidak hanya datang dari faktor eksternal, pun dengan internal. FC United mengalami kesulitan untuk berlaga di Broadhurst Park. FC United terpaksa berlaga di stadion milik klub lain karena pemugaran Broadhurst Park molor sembilan bulan dari tenggat.

Polemik kian meruncing setelah renovasi Broadhurst Park membuat anggaran klub membengkak 1 juta euro. Meski tak lagi nomaden, namun FC United berada di titik nadir dalam hal finansial.

FC United Of Manchester. Foto: Zimbio

Isu-isu lain pun kembali berembus. Biaya pemeliharaan stadion yang membebani klub. Menurut artikel BBC, FC United mulai mecari sponsor untuk mengatasi masalah itu.

Pada acara pembukaan stadion, raksasa asal Portugal, Benfica, mengirimkan tim B untuk bertanding. Untuk meramaikan pertandingan itu, laporan khusus setebal 44 halaman dijual.

Namun, para suporter justru murka karena menganggap hal tersebut sebagai bentuk dari komersialisasi klub. Pada akhirnya, Tony Howard sebagai editor melepaskan jabatannya.

Tak ayal situasi itu membuat sejumlah pergolakan terjadi. Para pendiri klub mulai melayangkan mosi tidak percaya kepada anggota dewan serta para suporter melakukan demo di dalam lapangan sebagai bentuk protes.

Para suporter yang pada awalnya menginginkan klub bersahabat dengan mereka justru menghadapi kenyataan yang berbeda. Klub berjuang mengatasi masalah keuangan dengan membuat beberapa kompromi yang jauh dari nilai luhur pada awal cerita.

Selama 10 tahun pertama, FC United adalah klub terbesar non-liga karena apa yang mereka wakili. Namun, ketika masalah FC United mulai menjamur pada 2-14, tim lain dari area Manchester mengambil sorotan dengan berada di halaman depan surat kabar seluruh Inggris.

@FCUnitedMcr
Pemain FC United of Manchester. Foto: @FCUnitedMcr

Pada Maret 2014, mantan bintang The Red Devils seperti Ryan Giggs, Paul Scholes, Nicky Butt, Phil dan Gary Neville menggandeng miliader, Peter Lim, membeli Salford City Football Club.

Salford City punya basis yang berjarak kurang dari lima mil dari Old Trafford dan Broadhurst Park. Salford City tidak hanya mengundang atensi, namun juga antrean sponsor, sesuatu yang belum didapatkan FC United.

Salford City dan FC United kian terasa timpang setelah klub milik class of '92 tersebut mendapatkan tawaran menerbitkan buku dan serial dokumenter untuk memasarkan nama klub. Mungkin, The Red Rebels juga pernah mendapatkan kesempatan yang sama. Namun, pertanyaan selanjutnya adalah apakah mereka akan mengambil kesempatan itu jika ada?

Sekarang, Salford City telah bertanding di stadion baru milik sendiri dengan rata-rata penonton mencapai 2.100 per pertandingan. Salford City mencapai kesuksesan di dalam dan luar lapangan dengan model bisnis yang berbeda dengan FC United.

Pada Oktober 2017, badai topan kembali menerpa FC United. Manajer tim yang telah melatih selama 12 tahun, Karl Marginson, memutuskan angkat kaki. Pada saat itu, Marginson gagal membawa FC United bersaing di papan atas karena menempati urutan dua terbawah.

Karl Marginson (kanan). Foto: Zimbio

Sekarang, Salford City telah bertanding di stadion baru milik sendiri dengan rata-rata penonton mencapai 2.100 per pertandingan. Salford City mencapai kesuksesan di dalam dan luar lapangan dengan model bisnis yang berbeda dengan FC United.

Pada Oktober 2017, badai topan kembali menerpa FC United. Manajer tim yang telah melatih selama 12 tahun, Karl Marginson, memutuskan angkat kaki. Pada saat itu, Marginson gagal membawa FC United bersaing di papan atas karena menempati urutan dua terbawah.

Kini, masa depan tidak tampak cerah bagi FC United. Tak seperti Robin Hood yang pemberontakannya berakhir dengan cerita manis, FC United justu sedang meringis.

FC United didirikan untuk membawa sepak bola kembali dekat dengan suporter. Namun, lebih dari satu dekade eksistensi, FC United justru semakin jauh dari cita-cita pemberontakan. Mungkin, sudah saatnya bagi petinggi klub dan suporter mengevaluasi arah haluan agar kembali pada jalan awal.

Atau, kembali ke pelukan Manchester United bisa menjadi pilihan yang layak dipertimbangkan. (*/Bolaskor)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan