Fakta Unik Selama Perjalanan Sukarno-Hatta Menuju Rengasdengklok


Rumah Rengasdengklok. (Sumber: http://testagx.blogspot.com)
SEKIRA pukul 4 subuh, Kamis, 16 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta 'diculik' golongan muda ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat. Para pemuda tetap menginginkan dua tokoh dari golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Para pemuda itu di antaranya Sukarni, Sudanco Singgih, dan Jusuf Kunto.
Bung Karno kecewa. Begitu pula dengan Bung Hatta. Namun, untuk menghindari kejadian tak diinginkan mereka pun mengikuti kemauan para golongan muda.
Fatmawati dalam Catatan Kecil Bersama Bung Karno mengatakan, pukul 6 pagi rombongan sudah berada di Rengasdengklok, dan sempat singgah di rumah seorang camat.
Tak lama berselang, mereka dibawa ke sebuah pondok lewat sawah. "Di sini kami dapat sarapan pisang rebus," tulis Fatmawati. Kemudian pindah lagi ke sebuah surau. "Di sini kami beristirahat berganti-ganti menjaga Guntur kecil."
Menghindari kejaran tentara Jepang
Belum juga pulas beristirahat, kata Fatmawati, salah seorang tentara Pembela Tanah Air (Peta) datang memberi kabar bahwa tentara Jepang bakal datang. Rombongan pun akhirnya pindah ke asrama Peta dengan menyeberangi sungai. "Setelah itu pindah ke rumah Djiauw Sie Siong," kata Fatmawati.
Menurut Bung Karno seperti yang ditulis Cindy Adams dalam Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Djiauw adalah seorang petani yang juga bagian dari Peta. Pemilihan rumah Djiauw sebagai tempat singgah tak lain untuk menghindari kejaran tentara Jepang. "Rumahnya berada di dalam pelosok," kata Bung Karno.
Sementara, Fatmawati di dalam buku yang sama mengungkapkan halaman rumah keturunan Tionghoa itu dipenuhi dengan babi peliharaannya. "Jam 1 siang kami diberi nasi dan sop dari markas Peta. Bumbu mericanya ternyata sangat pedas, hingga Guntur terengah-engah dan menangis," katanya.
Setelah itu, masih kata Fatmawati, mereka berpencar untuk beristirahat. Bung Karno tidur di dalam, Fatmawati di balai-balai dapur. "Sedangkan Bung Hatta entah di mana."
Pada jam 5 sore, Fatmawati terbangun. Ia segera memandikan Guntur dengan air tempayan, lalu duduk di balai-balai depan bermain dengan putra kesayangannya.
Berunding Pelaksanaan Proklamasi
Sementara itu, di ruangan dalam Bung Karno, Bung Hatta, Sukarni, dan beberapa tokoh muda lainnya tengah asyik berunding. Namun, tiba-tiba seorang residen bernama Sukardjo muncul dengan berpakaian Jawa dari Jakarta. "Lho kok di sini, jeng? Mana Kang Raka (panggilan Bung Karno)," kata Fatmawati.
"Ada di dalam," jawabnya. Ia pun segera memanggil Bung Karno dan Bung Hatta. Mereka berkumpul untuk sekadar bertukar kisah selama perjalanan menuju Rengasdengklok. "Tiba-tiba muncul pula Pak Subardjo, tapi waktu itu aku sudah agak jauh dari mereka," kata Fatmawati.
Tak lama kemudian, Achmad Subardjo mengatakan bakal membawa pulang rombongan ke Jakarta. "Bagiku lebih baik pulang."
Menurut pengakuan Achmad Subardjo dalam buku Kesadaran Nasional; Sebuah Otobiografi, dalam perjalanan kembali ke Jakarta, Sukarni tampak gelisah melihat api yang tampak di depan mata. "Di Jakarta para pemuda sudah mulai berontak ingin merdeka," kata Sukarni.
"Baiknya kita dekati saja," kata Fatmawati. Setelah mendekat, ternyata api itu adalah api dari pembakaran jerami. Seisi mobil pun tertawa.
"Rupanya itulah Revolusi di Jakarta. Hai mana pemuda-pemudamu yang berevolusi itu?" kelakar Bung Karno kepada Sukarni. (*)