Taman Buaya Indonesia (Tak Lagi) Jaya

Muchammad YaniMuchammad Yani - Selasa, 01 Mei 2018
Taman Buaya Indonesia (Tak Lagi) Jaya

Taman Buaya (MP/Muchammad Yani)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

PATUNG buaya raksasa berukuran empat meter begitu mencolok di antara bangunan lain sepanjang tepi jalan raya Serang-Cibarusah, Bekasi. Mulutnya menganga. Gigi serta taringnya keluar. Siap memangsa! Pijakan sang buaya ajeg. Keempat kakinya mencengkeram erat tumpukan bata, bertulis "Taman Buaya Indonesia Jaya".

Ia bukan sembarang patung. Selain menjadi ikon penangkaran buaya di Serang, Bekasi, kehadirannya pun menjadi representasi buaya terbesar di antara 300 ekor koleksi Taman Budaya Indonesia Jaya (TBIJ) dari tiga jenis berbeda.

Di kanan-kiri patung, pagar besi berkarat terpancang gontai membuat barikade. Memisah areal parkir dan bagian dalam TBIJ. Di lahan parkir, puluhan motor berbaris menindih rimbunan rerumputan liar nan menyeruak di sesela conblock. "Ini masih mending. Biasanya sepi kayak kuburan," kata seorang karyawan.

Kondisi serupa pun terjadi di dalam penangkaran. Wahana bermain anak dimakan karat. Bahkan, di satu sudut area bermain, tampak dinding jebol. Berlubang. Dari situ, sekira 10 meter, tersua kandang tempat para buaya bersemayam.

Buaya di penangkaran (MP/Muchammad Yani)
Buaya di penangkaran (MP/Muchammad Yani)

Di dalam kandang, terlihat beberapa kepala buaya mengapung di permukaan air berwarna hijau pekat. Mereka terkadang menghilang. Lalu muncul di sisi lain permukaan air.

Sedangkan di darat, masih di dalam kandang, buaya-buaya lain asik berjemur. Beberapa bergerombol. Lainnya menyendiri. Pada salah satu tubuh buaya tersebut tampak luka terbuka. Entah lantaran kelahi dengan buaya lain, atau sebab-sebab tertentu.

Hari itu (29/4), di sekitar kandang, sekira 4 keluarga datang untuk menghabiskan pekan. Jumlah itu jauh merosot ketimbang akhir pekan dua atau tiga silam, saat TBIJ berada di puncak kejayaan.

Kini, TBIJ seakan kalah bersaing dengan tempat hiburan lain, semisal dua Waterboom berjarak tak jauh darinya.

Keluhan Sang Pawang

Di masa jayanya, para pengunjung berbondong-bondong datang dari berbagai daerah. Mereka selalu menantikan atraksi menegangkan sang pawang kala 'bermain' dengan buaya.

Warsidi 43 tahun, sang pawang, mengaku pernah kewalahan di akhir pekan ketika mengatur jadwal dengan satu rekan lainnya untuk memandu pertunjukan. Dia berusaha tampil maksimal. "Yang penting kepuasaan pelanggan," ujarnya.

Taman Buaya (MP/Muchammad Yani)
Taman Buaya (MP/Muchammad Yani)

Kini, keadaan jauh berbeda. Sepeninggal sang pemilik utama, TBIJ semakin terbengkalai. Warsidi tak lagi sibuk mengatur jadwal dengan rekannya.

Tapi, Warsidi justru sedih tak lagi kewalahan. Air mukanya berubah murung ketika ditanya seputar kondisi TBIJ terkini. Dia tak ingin kelihaiannya membuat penonton berdecak kagum saat menjinakan buaya tinggal kenangan.

"Kalau dulu yang punya lebih mikirin penangkaran daripada keuntungan. Kalo sekarang beli sapu aja susah," keluhnya.

Jika ada buaya mati di dalam penangkaran, pengelola langsung menguliti untuk dijadikan bahan baku tas, ikat pinggang, atau dompet.

Sambil menghisap sebatang rokok, pria berkumis itu mengatakan terpaksa bertahan di penangkaran lantaran mendapat amanah pemilik pertama agar mengabdi di TBIJ. "Kalau bukan karena amanah almarhum (pemilik pertama), saya udah pindah," ucapnya.

Ada 300 buaya di Taman Buaya (MP/Muchammad Yani)
Ada 300 buaya di Taman Buaya (MP/Muchammad Yani)

Kini atraksi di TBIJ hanya ada di hari libur besar, seperti hari raya Idhul Fitri saja. Jika hari biasa, pengunjung hanya bisa melihat buaya di beberapa kandang saja.

Makin berkurangnya ragam acara dan fasilitas di TBIJ, membuat pengujung enggan datang, apalagi berlama-lama di lokasi.

Tempat Pacaran

Eko Fitrianto 29 tahun, hanya lima belas menit bertamasya di TBIJ. Dia memutuskan segera menyudahi kunjungan karena ragam acara tidak banyak, dan fasilias sudah usang.

"Kita mau mengedukasi anak melihat buaya tapi kalau buayanya terbengkalai kan kasihan juga," katanya.

Taman yang kurang terawat (MP/Muchammad Yani)
Taman yang kurang terawat (MP/Muchammad Yani)

Harga tiket murah ternyata tak menjamin mendatangkan banyak pengunjung. Tiket masuk hanya dibanderol Rp 20 ribu, dan parkir Rp 3 ribu, tapi pengunjung tetap sepi.

Kesepian lokasi jutru menjadi daya tarik sendiri untuk sebagian orang, khususnya pasangan. Mereka datang untuk alasan lain. Memadu kasih.

"Sempet ada yang ciuman di pojokan," tukas Warsidi. Dia dan pegawai lain sering memergoki aksi nakal pasangan muda-mudi tersebut. Namun, dia dan para karyawan tak bisa berbuat banyak.

Saat ini ada karyawan di penangkaran hanya berjumlah 4 orang. Mereka harus bergotong royong untuk merawat taman seluas 3 hektar. (*) Muchammad Yani

Selain artikel ini kamu juga bisa baca 5 Kebiasaan di Jogja yang Harus Dipahami Traveler

#Taman Buaya Indonesia Jaya #Tempat Wisata Bekasi
Bagikan
Ditulis Oleh

Muchammad Yani

Lebih baik keliling Indonesia daripada keliling hati kamu

Berita Terkait

Bagikan