Kesehatan

Mitos Menyesatkan Vaksin COVID-19 Pengaruhi Kesuburan dan Keguguran

Dwi AstariniDwi Astarini - Senin, 16 Agustus 2021
Mitos Menyesatkan Vaksin COVID-19 Pengaruhi Kesuburan dan Keguguran

Banyak klaim salah tentang hubungan antara vaksin COVID-19, kesuburan, dan keguguran. (123RF/miljanzivkovic)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

KLAIM palsu dan menyesatkan bahwa vaksin COVID-19 membahayakan kesuburan dan menyebabkan keguguran masih beredar secara luas melalui media sosial, aplikasi pesan singkat dan berita daring. Klaim tersebut bertentangan dengan semua bukti.

Dokter sangat berhati-hati tentang apa yang mereka rekomendasikan selama kehamilan, jadi saran awalnya ialah untuk menghindari suntikan vaksin COVID-19. Namun sekarang, begitu banyak data keamanan telah tersedia, saran ini telah berubah dan vaksin sekarang direkomendasikan secara aktif, mengingat tertular COVID-19 juga dapat membahayakan kehamilan.

Berikut kumpulan mitos seputar vaksin COVID-19 dan pengaruhnya pada kesuburan dan keguguran yang dikumpulkan BBC.com (13/8) dan penjelasan mengapa klaim berikut salah.

BACA JUGA:

Peneliti Sebut Vaksin Covid-19 Mampu Proteksi dari Covid-19 Varian Delta

1. Mitos yang Menyebut Vaksin Terakumulasi di Ovarium

vaksin covid-19
Tidak terjadi akumulasi vaksin pada ovarium, yang ada adalah peningkatan kadar lemak. (123RF/mulikov)


Teori ini berasal dari salah membaca sebuah studi yang diajukan ke regulator Jepang. Studi ini melibatkan pemberian vaksin pada tikus dengan dosis yang jauh lebih tinggi daripada yang diberikan kepada manusia (1.333 kali lebih tinggi). Hanya 0,1 persen dari total dosis yang berakhir di ovarium hewan, 48 jam setelah injeksi.

Jauh lebih banyak, yaitu 53 persen setelah satu jam dan 25 persen setelah 48 jam, ditemukan di tempat suntikan (pada manusia, biasanya lengan). Tempat paling umum berikutnya adalah hati 16 persen setelah 48 jam, karena orban ini membantu membuang produk limbah dari darah.

Vaksin diberikan menggunakan gelembung lemak yang mengandung materi genetik virus yang memulai sistem kekebalan tubuh. Dan, mereka yang mempromosikan klaim ini memilih angka yang sebenarnya mengacu pada konsentrasi lemak yang ditemukan di ovarium. Kadar lemak di ovarium memang meningkat dalam 48 jam setelah suntikan, karena isi vaksin berpindah dari tempat suntikan ke seluruh tubuh. Namun yang terpenting, tidak ada bukti bahwa itu masih mengandung materi genetik virus.

Tidak diketahui apa yang terjadi setelah 48 jam karena itu adalah batas penelitian, tetapi diperkirakan level akan turun kembali ke nol.

2. Mitos Data Pemantauan Menunjukkan Vaksin Menyebabkan Keguguran

vaksin covid-19
Tingkat keguguran di antara orang yang divaksinasi sejalan pada populasi umum. (123RF/miljanzivkovic)


Beberapa unggahan media sosial telah menyoroti keguguran yang dilaporkan ke skema pemantauan vaksin, termasuk skema Medicines and Healthcare products Regulatory Agency (MHRA) Yellow Card di Inggris dan Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS) di AS.

Siapa pun dapat melaporkan gejala atau kondisi kesehatan yang dialaminya setelah divaksinasi. Tidak semua orang akan memilih untuk melaporkan, jadi ini adalah database yang memilih sendiri. Memang ada keguguran yang dilaporkan dalam database ini. Sayangnya, itu adalah kejadian umum dan ini tidak berarti vaksinasi COVID-19 yang menyebabkannya.

Sebuah penelitian telah menemukan data yang menunjukkan tingkat keguguran di antara orang yang divaksinasi sejalan dengan tingkat yang diharapkan pada populasi umum, yaitu 12,5 persen.

BACA JUGA:

Vaksin COVID-19 Mengandung Magnet?

Dr Victoria Male, seorang ahli imunologi reproduksi di Imperial College London, mengatakan, sistem pelaporan ini sangat baik untuk melihat efek samping dari vaksin yang biasanya jarang terjadi pada populasi umum. Sistem yang sama juga menemukan bagaimana jenis gumpalan darah tertentu berhubungan dalam beberapa kasus yang jarang terjadi pada vaksin AstraZeneca.

Perlu dicatat, sistem pelaporan ini tidak begitu baik dalam memantau efek samping yang umum terjadi pada populasi, seperti perubahan menstruasi, keguguran dan masalah jantung. Melihat kasus-kasus ini dalam data tidak serta merta meningkatkan tanda bahaya, karena kasus itu tetap akan muncul, tanpa atau dengan adanya vaksin COVID-19.

Hanya jika terjadi lebih banyak keguguran daripada yang terlihat pada orang yang tidak divaksinasi, data ini akan mendorong penyelidikan, dan itu tidak terjadi.

3. Mitos Vaksin dapat Menyerang Plasenta

vaksin covid-19
Mengapa respons vaksin dapat membahayakan kesuburan tetapi antibodi dari infeksi alami tidak? (123RF/milkos)


Petisi yang dibagikan secara luas dari Michael Yeadon, seorang peneliti ilmiah yang telah membuat pernyataan menyesatkan lainnya tentang COVID-19, mengklaim protein lonjakan virus corona yang terkandung dalam vaksin Pfizer dan Moderna mirip dengan protein yang disebut syncytin-1, yang terlibat dalam pembentukan plasenta.

Dia berspekulasi bahwa ini mungkin menyebabkan antibodi terhadap virus menyerang kehamilan yang sedang berkembang juga. Beberapa ahli percaya ini adalah asal dari seluruh keyakinan bahwa vaksin COVID-19 dapat membahayakan kesuburan.

Faktanya syncytin-1 dan protein lonjakan virus corona hampir sama seperti dua protein acak lainnya. Jika tubuh mudah bingung, ini akan berisiko menyerang organnya sendiri setiap kali terinfeksi dan mengembangkan antibodi. Namun, sekarang bukti telah dikumpulkan untuk membantu menyangkal teorinya.

Dokter kesuburan AS Randy Morris, yang ingin menanggapi secara langsung kekhawatiran yang dia dengar, mulai memantau pasiennya yang menjalani perawatan IVF untuk melihat apakah vaksinasi membuat perbedaan pada peluang mereka untuk berhasil hamil.

Dari 143 orang dalam penelitian Morris, perempuan yang divaksinasi, tidak divaksinasi, dan sebelumnya terinfeksi memiliki kemungkinan yang sama untuk memiliki implantasi embrio yang sukses dan untuk kehamilan terus berlanjut. Studi ini kecil, tetapi menambah volume besar bukti lain.

Morris menunjukkan orang yang menyebarkan ketakutan ini tidak menjelaskan mengapa mereka percaya antibodi yang diproduksi sebagai respons terhadap vaksin dapat membahayakan kesuburan tetapi antibodi yang sama dari infeksi alami tidak.

Masalahnya adalah, sementara para ilmuwan bergegas memberikan bukti yang meyakinkan, pada saat mereka dapat melaporkan temuan mereka, netizen telah beralih ke hal berikutnya.

Seperti yang dijelaskan Morris, "Ciri khas dari teori konspirasi ialah segera setelah teori itu dibantah, kamu memindahkan tiang gawang."(aru)

#Kesehatan #COVID-19 #Vaksin Covid-19
Bagikan
Ditulis Oleh

Dwi Astarini

Love to read, enjoy writing, and so in to music.

Berita Terkait

Indonesia
Cak Imin Imbau Penunggak Iuran BPJS Kesehatan Daftar Ulang Biar Bisa Diputihkan
Pemerintah akan memutihkan tunggakan 23 juta peserta BPJS Kesehatan mulai akhir 2025.
Wisnu Cipto - Rabu, 05 November 2025
Cak Imin Imbau Penunggak Iuran BPJS Kesehatan Daftar Ulang Biar Bisa Diputihkan
Indonesia
23 Juta Tunggakan Peserta BPJS Kesehatan Dihapuskan, Ini Syarat Penerimanya
Program penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan ini akan dimulai pada akhir 2025
Wisnu Cipto - Rabu, 05 November 2025
23 Juta Tunggakan Peserta BPJS Kesehatan Dihapuskan, Ini Syarat Penerimanya
Lifestyle
Trik Dokter Jaga Imun: Vitamin, Hidrasi & Tidur Lawan Penyakit Cuaca Ekstrem
Selain mengonsumsi nutrisi seimbang, dokter juga mengingatkan pentingnya memastikan tubuh selalu terhidrasi secara cukup selama cuaca ekstrem
Angga Yudha Pratama - Selasa, 04 November 2025
Trik Dokter Jaga Imun: Vitamin, Hidrasi & Tidur Lawan Penyakit Cuaca Ekstrem
Indonesia
Kejar Target, Cek Kesehatan Gratis Bakal Datangi Kantor dan Komunitas
Komunitas-komunitas yang diajak kerja sama juga nantinya dapat melakukan layanan CKG di tempat-tempat strategis, contohnya mall.
Alwan Ridha Ramdani - Senin, 03 November 2025
Kejar Target, Cek Kesehatan Gratis Bakal Datangi Kantor dan Komunitas
Indonesia
Pengecekan Kesehatan Cepat kini Tersedia di Stasiun MRT Jakarta Dukuh Atas
Diharapkan mempermudah para pengguna moda transportasi publik, komuter, pekerja, dan warga sekitar dalam mengakses layanan kesehatan yang cepat, nyaman, dan profesional.
Dwi Astarini - Rabu, 22 Oktober 2025
Pengecekan Kesehatan Cepat kini Tersedia di Stasiun MRT Jakarta Dukuh Atas
Indonesia
Penanganan Penyakit Tuberculosis Bakal Contoh Pola Pandemi COVID-19
Salah satu fokus dalam penanganan Tb adalah memperluas skrining atau deteksi dini. Masyarakat diimbau untuk tidak takut melakukan pemeriksaan, karena TBC dapat disembuhkan dengan pengobatan yang konsisten.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 17 Oktober 2025
Penanganan Penyakit Tuberculosis Bakal Contoh Pola Pandemi COVID-19
Indonesia
Kasus ISPA di Jakarta Naik Gara-Gara Cuaca, Warga Diminta Langsung ke Faskes Jika Ada Gejala
Gejala umum ISPA yang harus diwaspadai meliputi batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan demam
Angga Yudha Pratama - Kamis, 16 Oktober 2025
Kasus ISPA di Jakarta Naik Gara-Gara Cuaca, Warga Diminta Langsung ke Faskes Jika Ada Gejala
ShowBiz
Bisa Ditiru nih Ladies, Cara Davina Karamoy Hindari Anemia tanpa Ribet
Konsumsi suplemen zat besi sejak dini penting bagi perempuan.
Dwi Astarini - Selasa, 14 Oktober 2025
Bisa Ditiru nih Ladies, Cara Davina Karamoy Hindari Anemia tanpa Ribet
Lifestyle
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
Hanya dengan 15 menit 9 detik gerakan sederhana setiap hari, partisipan mengalami peningkatan suasana hati 21 persen lebih tinggi jika dibandingkan ikut wellness retreat.
Dwi Astarini - Senin, 13 Oktober 2025
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
Indonesia
DPR Kritik BPJS Kesehatan Nonaktifkan 50.000 Warga Pamekasan, Tegaskan Hak Kesehatan tak Boleh Disandera
Penonaktifan itu dilakukan BPJS Kesehatan karena Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan menunggak pembayaran iuran sebesar Rp 41 miliar.
Dwi Astarini - Jumat, 10 Oktober 2025
DPR Kritik BPJS Kesehatan Nonaktifkan 50.000 Warga Pamekasan, Tegaskan Hak Kesehatan tak Boleh Disandera
Bagikan